Pages

Tuesday, January 24, 2017

Hari Ini Senang

Dua hari lalu aku baru menyadari betapa pentingnya cokelat untuk kesehatan jiwaku. Dua hari ini aku mendengar "sugar rush" disebutkan dua teman, dan dua hari ini aku entah kenapa tiba-tiba kangen sama anak-anak Fantastic Five dan jadi sering kebayang Adit makan es krim dengan muka juteknya. Barulah kerasa banget betapa hampa dan garing hidupku selama tiga minggu tidak mengonsumsi makanan-makanan manis hanya karena alasan ingin hidup hemat.

Aku jadi kepikiran sugar rush, hyperactivity yang dialami seseorang setelah mengonsumsi gula. Aku kepikiran banget soalnya Adit itu pecandu gula tapi kenapa sifat dan kelakuannya lempeng-lempeng aja, ya? Nggak pernah hyper? Malah kalo nggak makan gula, dia jadi nyebelin. Mood-nya nggak jelas. Dia satu-satunya tokoh ceritaku yang cinta banget sama gula melebihi penulisnya sendiri. Kemudian aku browsing dan menemukan informasi bahwa secara ilmiah sugar rush itu hanyalah mitos (something Adit would say and have researched since a long long long time ago). Aku nangkepnya sugar rush itu tak lebih dari sebutan yang diberikan kepada orang yang mood-nya ter-boost (?) setelah mengonsumsi makanan dan minuman manis, dan efek boost ini (?) beda-beda ke setiap orang. Aku sendiri lebih suka menyebut kecintaanku pada gula sebagai pemenuhan kebutuhan serotonin. Sumber gulanya bisa dari cokelat, susu, atau bahkan teh manis. Pokoknya yang manis-manis. Aku diancam diabetes tapi nggak peduli, rasanya hidupku bukanlah hidup jika tanpa gula. Dan aku melupakan itu selama tiga minggu ini, sampai akhirnya dua hari lalu aku beli cokelat termurah di Sevel dan mengingat kembali betapa nikmat dan menyenangkannya gula. Kemarin aku juga beli susu kedelai cokelat di Sevel dan rasanya aku harus menjadikan makan cokelat dan minum susu sebagai rutinitas selama tinggal di sini--kayak yang udah aku lakukan di Indonesia. Serotonin, bro. Kebutuhan primer demi jiwa yang sehat. Efeknya tuh, gimana ya, nggak bikin aku kena sugar rush, tapi ya seneng aja gitu. Menenangkan dan menyamankan pikiran. Kayak Adit kali, ya. Antidepresan.

Hari ini kesibukan mengajar dimulai. Setelah melakukan semacam presentasi introduction di learning center (dan ketemu adik-adik lucu yang gemesnya luar biasa), aku dan kawan-kawan jalan kaki ke Ayala Triangle Gardens untuk makan malam di salah satu kafe yang ada di sana. Setelah itu kami jalan kaki pulang ke dorm, dan aku sadar kalau jalan kaki ini efeknya lumayan gede untuk suasana hatiku. Aku udah memperhatikan, selama menjalani project ini, mood-ku paling bagus kalau 1) ngegabut di dorm setelah menjalani hari-hari yang melelahkan, dan 2) jalan kaki di daerah Ayala. Yang jalan kaki ini terutama. Capek sih iya, ngeluh juga iya, tapi seneng dan ikhlas ngejalaninnya. Tasku berat tapi langkahku enggak. Jaraknya jauh tapi aku nggak keberatan. Seharian ini aku nggak mengonsumsi sesuatu yang manis selain Mogu Mogu (yang aku minum terus sampai pulang dari jalan-jalan), tapi mood-ku rada hyper kayak orang kebanyakan makan gula. Aku yang biasanya kalem dan diem, tiba-tiba nyanyi-nyanyi selama perjalanan jalan kaki pulang ke dorm. Aku jadi mikir-mikir, kenapa bisa gitu, ya? Yah sebenarnya dari pagi mood-ku udah bagus karena nonton NCT Life dan mungkin oppa-oppa ganteng dan lucu itu memberi efek yang sama seperti sugar rush, tapi aku nyanyi-nyanyi dan joget-joget dikit pake tangan, trus pas lihat trotoar ada gambar bulat-bulatnya aku lompat dari bulatan satu ke bulatan lainnya kayak Mario... rasanya agak tidak lumrah. Mau bercanda "aku hari ini kayak orang mabok" ke temen, tapi temen habis mabok beneran weekend kemarin dan rasanya aneh kalau aku sok-sokan mabok gitu di depan pelakunya (?) sendiri lol. Ah apa aku cuma lagi seneng karena setelah sekian lama akhirnya bisa makan burger lagi, ya? Burgernya enak (dan murah) banget, lagi. Cuma sayangnya kafenya agak jauh dari dorm (di Ayala Triangle Gardens).

Apa pun sebab, alasan, dan penjelasannya, intinya sih hari ini aku senang. Presentasiku agak kacau dan tidak tertata--lebih kayak word vomit gitu di depan anak-anak--and I overthought everything--public speaking is always scary apalagi bahasa Inggrisku nggak lancar-lancar amat, tapi aku sedikit bangga pada diriku for not giving up in the middle of the fight. Itu kebiasaan burukku, but today I endured the pressure and even though I didn't give out the best of me, I think it wasn't too bad. Lagian ini tadi baru pertemuan pertama. We were awkward, everything was awkward. It takes time to create the bond, and I am not alone. The other participants are experiencing the same challenge. But para pengurus and teachers in the learning center will help us get through it. Ada Allah juga. Selalu memohon ke Allah semoga kami selalu mendapat kelancaran, kemudahan, dan bantuan.

Oke aku tambah senang karena berhasil mengunduh semua episode NCT Life in Seoul. Wi-fi dorm lagi bagus banget deh aku sukaaaaaaaa.........

Sepertinya itu saja cerita singkat hari ini. Gaada foto karena males mindahin dari hape ke laptop.

안녕.

Date 2017.01.24
Location Dormitory
Music Another World by NCT 127

Sunday, January 22, 2017

Log of the Weekend

Masih terlalu pagi untuk nyeritain hari Minggu ini. Tapi sejauh ini, sampai jam sepuluh waktu Filipina ini, apa yang telah terjadi adalah: 1) tidurku terganggu pada pukul lima pagi karena roommates pada berisik--the two of them had just came back from their "night adventure" and I think their parents and teachers never teach them how to keep their voices low--I was so annoyed that I finally decided to put my earphones on and play Limitless on repeat until I woke up two hours later wishing they would sleep through the whole day, 2) menjalankan kerutinan pagi yaitu cuci-cuci (badan, baju, kitchenware), 3) nonton Youtube. Aku nggak pengin ke mana-mana hari ini (kemarin aku juga nggak ke mana-mana). Uangku menipis dan dengan jumlah yang sedikit itu aku harus survive setidaknya sampai Januari berakhir.

Hari Jumat kemarin (20 Januari), aku dan kawan-kawan pergi ke Greenhills Shopping Center. Beli oleh-oleh. Pulang-pergi naik Grab. Malemnya nggak faedah banget. Lagi-lagi kami dandan cantik dan ganteng untuk sebuah kesia-siaan. Jadi acara malem itu harusnya welcoming dinner dan kami telah mengharapkan acara makan-makan yang semi-formal, punya susunan acara yang jelas, dan biayanya ditanggung pihak penyelenggara. Tapi nyatanya acara itu tak lebih dari karaokean nggak jelas dan bahkan kami harus patungan untuk bayar. What the fuck? Asli itu momen what the fuck banget. Apalagi orang-orang pihak penyelenggara ini ngomongin liburan mulu, tiap weekend jalan-jalan mulai dari city tour sampai vacation ke pulau lain, and I was like ????? Ya sanalah terserah pada jalan-jalan foya-foya buang-buang duit. I'm not coming. I'm definitely not coming. Apalagi vacation ke pulau lain--itu menurutku pointless banget. Negaraku juga punya pulau-pulau indah dan aku bisa ke sana bersama keluarga. Kalau yang bule-bule dari Tiongkok, Eropa, dan India mah terserah, ya. Tapi yang jelas aku nggak tertarik sama sekali sama liburan-liburan yang alam-alam kayak gitu. Ke pantai aja males. Apalagi ke luar pulau. Bayar sendiri, lagi. Mending duitnya ditabung buat plesiran sama keluarga di Raja Ampat.

Sabtunya aku nggak ngapa-ngapain. Di dorm aja mengisi baterai untuk jiwaku yang lelah. Tapi aku dan temen bikin janji sama Pak Indra. Kami pengin berkunjung ke rumah Pak Indra minggu depan. Nggak tahu ya, aku lebih suka menghabiskan waktu sama orang-orang dari lingkungan KBRI daripada orang-orang Filipina yang ngurusin kami di sini. Selain karena aku gampang nyamannya sama orang-orang Indonesia, pergaulan dengan orang-orang KBRI juga lebih berfaedah daripada dengan kawan-kawan pengurus yang ngajak buang-buang duit mulu. Membuatku bertanya-tanya, sebenernya aku ngapain, sih, di sini? Agenda project nggak jelas, tiap weekend acaranya hedon doang. Pada saat yang sama aku juga sadar kalau aku nggak bisa mengikuti arus yang dibuat orang-orang pengurus itu. Di sini aku ditantang, gimana caranya aku bisa menghabiskan waktu dan uang untuk hal-hal yang berguna dan berfaedah, dan itu semua tergantung pada diriku sendiri. Aku harus berani menolak ketika diajak main ke bar. Aku harus lantang menjelaskan kalau aku nggak boleh makan babi-babian. Aku harus menahan diri untuk nggak ikut jajan atau cuma beli minum doang saat lagi bepergian sama participant lain dan mereka pada makan-makan. Aku harus nggak peduli soal bagaimana mereka menilaiku--dianggap nggak seru karena mendem doang di dorm, dipandang sebagai orang miskin, sok suci, kaku, dan embleketek lainnya. Di sini ilmu bodo amat itu penting banget. Selama kamu bodo amat, kamu bisa survive.

Tapi tentu saja bodo amatnya nggak lantas bodo amat sama segala hal di dunia.

Tadi malam, aku dapat kabar kalau teman sekelasku waktu SMP meninggal dunia karena kecelakaan pendakian. Sedih banget. Sediiiiih banget. Aku bisa nulis satu post didedikasikan untuk dia doang walaupun kami nggak pernah deket dan aku hanya pengamat dari jauh. Apalagi ini pertama kalinya aku merasakan ditinggal mati teman sekelas. Momen ini akan terus berdatangan sampai aku tua. Apakah rasa sedihnya akan selalu sekental ini? Rasanya aku kayak dikasih peringatan sama Allah supaya lebih dan lebih berhati-hati dan menguatkan iman, apalagi tadi malam aku dan para participant diajak clubbing sama orang pengurus. Demi apa aku ikut melakukan kemaksiatan kayak gitu. Nggak tahu ya, rasanya sangat sangat sangat salah banget ngajak orang kayak aku pergi ke tempat kayak gitu. Nggak cuma karena aku muslim yang (insyaAllah) taat, tapi juga karena aku 1) introvert yang berdedikasi, 2) homebody garis keras, 3) pengidap asociality, 4) that typical nerd, 5) mageran parah. Jadi rasanya kayak--menolak ajakan main ke acara berbau party kayak gitu tuh udah sangat natural buatku (nggak ada rasa pakewuh sama sekali, nggak ada rasa nggak enak hati, justru aku bisa menuntut orang yang ngajak supaya menghormati keputusanku kalau mereka maksa ngajak, dan kalau mereka masih aja maksa ngajak, yo gelut wae), dan aku udah bodo amat banget sama aftereffect-nya. Lagian aku hidup di rumah doang aja udah banyak dosa, apalagi clubbing. Mending aku nggak punya temen sama sekali tapi selamat donya akherat daripada punya temen tapi rame-rame kena siksa kubur dan terjun ke neraka.

Trus aku mau cerita apa lagi, ya.

Aku hanya ingin segera pulang. Aku ingin pulang sebelum BTS comeback (semoga mereka comeback pas aku udah pulang AAMIIIIN). Aku ingin pulang sebelum Momocip tumbuh dewasa dan udah nggak jadi kitten lagi :( Aku ingin pulang sebelum mbakku sembuh total dari cedera supaya bisa menghabiskan banyak waktu bareng di rumah. Aku ingin pulang sebelum ketinggalan makin banyak update dari dunia Korea. Pokoknya aku ingin segera pulang karena hal-hal sepele kayak gini, dan aku bahkan mencantumkan countdown di sidebar blog ini karena aku nggak bisa berhenti menghitung hari. Soal akan jadi seperti apa aku setelah menyelesaikan program ini... aku nggak yakin apa aku akan menghayati peran sebagai global citizen... rasanya ketertarikan dan ambisiku di situ tidak sebesar itu... di sini aku malah menemukan keseriusan yang luar biasa tinggi untuk mempelajari bahasa dan budaya Korea, jadi aku hanya berharap sepulangku dari sini aku bisa belajar bahasa Korea dengan jauh lebih giat, kursus ataupun nggak kursus. Tadi malem aku belajar sedikit soal negation, dan bangun dari tidur ada dua kosakata baru yang melekat banget di ingatanku, yaitu 일하다 dan 오징어. Aku senang :D Pokoknya tahun ini aku harus bisa ngobrol pake bahasa Korea sama Marsa.

Dan kemudian aku mau cerita apa lagi, ya.

Mau cerita tentang homesick tapi di post yang berbeda aja, deh.

Sepertinya ini saja. Sapa aku dong di curiouscat.me/sachissi atau di Twitter (@sachissi). Aku lack of pembicaraan yang berfaedah banget di sini :( Diskusi haseyo :(

Date 2017.01.22
Location Dormitory
Music Let the Drummer Kick by Citizen Cope

Saturday, January 21, 2017

Laguku Beberapa Hari Belakangan

Sangat suka lagu-lagunya Goblin.



Tapi dua hari ini aku juga dengerin NCT U dan 127 terus.

Koreksi dan Resolusi

Halo. Tolong mampir sebentar ke poll di sidebar sebelah kanan dan vote, ya. Daily life stories and personal thoughts are what this blog will be all about but I want to know which one interests you the most. Thank you.

* * *

Tulisan ini kubuat sebagai koreksi tulisan yang berjudul I Signed Up For A Trap. Waktu itu aku lagi negatif dan seharusnya aku nggak main ke dunia maya dulu kalau lagi negatif, and I thought of removing that post from this blog. Tapi setelah kupikir-pikir lagi, ya nggak apa-apa deh nggak dihapus. Sebagai bahan pendewasaan aja. Aku akui aku emang lagi bermasalah banget sama kemampuanku beradaptasi sama manusia. Tulisan itu aku bikin sewaktu aku lagi di puncak stres. Tapi sekarang, alhamdulillah sekali, things have gone better. Soal makanan, aku baik-baik saja hanya makan sedikit dan cuma dua kali sehari pakai mi instan dan roti. Soal pergaulan, aku udah baik-baik saja sama sesama participant Indonesia yang satu project denganku. Kami emang punya banyak perbedaan, tapi kami harus bareng-bareng terus sampai sebulan lagi dan aku nggak punya pilihan selain menyesuaikan diri dengan mereka. Aku udah belajar soal kuat sama pendirian dan nggak gampang kebawa arus ketika beradaptasi dengan teman-teman kuliah. Aku cuma perlu mengulang pelajaran itu sekali lagi di sini (dan mungkin mengulangnya lagi dan lagi setiap kali aku harus beradaptasi dengan manusia-manusia asing lainnya).

Aku jadi kepikiran untuk menjadikan kesulitanku beradaptasi ini sebagai bahan resolusi. Meskipun sebenarnya aku nggak terlalu kepengin bikin resolusi, tapi aku punya target-target baru yang ingin kucapai di tahun yang baru ini dan biasanya target-target baru itu disebut resolusi. Jadi mau nggak mau aku bikin resolusi juga.

Kurang lebih beginilah resolusi 2017-ku.

Personal:
  • Melatih dan meningkatkan kecerdasan emosional
  • Fix my trust issues
  • Less and much less negativity
  • Save money
Academics:
  • Belajar bahasa Korea sampai level TOPIK 3 (minimal: TOPIK 2)
  • Kuliah rajin dan tidak terganggu kegiatan lain
  • Latihan nulis:
    • Self introduction letter: A minimum of 3 pages including a statement of some voluntary activities, career goals and career path with specific vision after graduation (on a prescribed form/either typing or handwriting both in Korean or English).
    • Study plan: A minimum of 3 pages including a statement of purpose, motivation, academic goals and expected achievement when studying in Korea, main area of study in the home-country (on a prescribed form/either typing or handwriting both in Korean or English). [copy-paste dari website OIA]
  • Tes TOEFL
  • Tes TOPIK
  • (Basically persiapan beasiswa GKS walaupun aku masih nggak tahu apa tahun depan akan ikut)
Writing and reading:
  • More works in English (both fiction and scientific--karena ketika menjadi akademisi internasional semua tugas dan tulisan harus disampaikan dalam bahasa Inggris--kan lumayan juga kalau besok bisa ngepost jurnal internasional dan dapat duit hehe)
  • I'm not so sure about this but I think I should at least start and finish a writing project. Potentially: Dira & Kaili project
  • Mempublikasikan paling tidak 3 tulisan ke media massa.
  • Read more and more. Untuk saat ini lagi pengin banyakin baca novel luar dan sastra lokal.
Sepertinya itu aja. Atau itu dulu--ada kemungkinan nambah lagi tapi itu akan terjadi seiring waktu dan aku mungkin nggak akan mencantumkannya di blog ini (cukup dicatat di jurnal aja).

Aku sangat menyesal nggak bawa buku dan kamus bahasa Korea. Seharusnya aku bawa supaya bisa disambi belajar di sini.

Mari teman-teman kita bersama-sama memperbaiki diri dan memperjuangkan mimpi-mimpi.

Date 2017.01.21
Location Dormitory
Music Stay With Me by Chanyeol, Punch

Wednesday, January 18, 2017

Tiga Hari Terakhir Ini Jalan-jalan

Ketika sudah mendapatkan koneksi internet yang bagus di kamar kenapa aku malah jadi males nulis.

Tiga hari terakhir ini (Minggu, Senin, Selasa) aku jalan-jalan terus. Jalan-jalannya bukan dalam arti berwisata kemudian foya-foya, melainkan literally jalan kaki sambil sightseeing pemandangan kota. Jaraknya nggak main-main; minimal satu kilometer. Sebab jarak dormku ke tempat-tempat yang menarik tuk dikunjungan memang minimal satu kilometer, dan itu terlalu dekat untuk naik Grab atau Uber. Jalan kaki pun menjadi satu-satunya pilihan, tapi aku nggak keberatan karena kota ini memang walkable banget. Ramah pedestrian. Ramahnya gimana? Trotoarnya lebar, jembatan penyeberangan jalan ada di mana-mana, bahkan ada underpass (penyeberangan jalan bawah tanah) yang sempat dikira subway olehku dan teman-teman (di sini nggak ada subway).

Minggu, 15 Januari 2017
Dormku kedatangan exchange participant Indonesia dari project lain, namanya Endah dan Salsa. Mereka berasal dari UGM dan UNS. Kebetulan hari itu exchange participant Indonesia di dormku mau makan-makan di Mang Inasal yang dekat dari dorm, maka jadilah kami semua makan-makan bersama (Chen juga ikut walaupun dia dari Tiongkok). Ayam bakarnya enak banget. Setelah itu, kami memutuskan untuk jalan-jalan karena kalau langsung pulang ke dorm rasanya garing banget. Dimulailah petualangan kami jalan-jalan nggak jelas sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang lewat Greenbelt (karena Endah sama Salsa harus ngejar kereta untuk pulang). Dua kilo pulang-pergi, jadi hari itu (sore sampai malam) kami jalan kaki empat kilo. Luar biasa sehat.

Kami jalan kaki memasuki rimba gedung tinggi di daerah dekat Ayala Avenue. Mau mampir ke Warung Indo tapi kelewatan karena GPS-ku eror hehe. Pulangnya kami mampir ke Ayala Triangle Gardens dan foto-foto di patung (?) tulisan "Make It Makati". Aku pun sempat delusi ketika melihat jajaran kafe dan restoran kecil yang bikin taman ini asik banget dijadikan tempat istirahat makan siang atau sekadar nongkrong-nongkrong bersama orang tersayang. Aku nggak bisa nggak ngebayangin Mika, Taehyung, dan Jimin makan-makan bareng di situ sepulang sekolah atau saat nugas, dan dari kejauhan Mika memperhatikan anak-anak NCT 127 (baca: Taeyong) yang lagi kumpul-kumpul gaul di bawah pohon yang bisa diduduki. Sayangnya aku nggak ada foto yang jelas menunjukkan pemandangan taman karena saat itu udah malam jadi kondisinya gelap, tapi semoga aku bisa ke sana lagi pas siang jadi delusinya bisa diterusin dikit hehe (dan bisa ambil foto yang lebih jelas).

Selain Ayala Triangle Gardens, kami juga mampir ke taman lain, yaitu Greenbelt Park. Di sini teman-teman beli kue ulang tahun untuk Chen dan aku melihat kucing yang tidur meringkuk di depan toko kue. Lucu banget. Kayak kucing terlantar tapi sebenarnya badannya cukup sehat (nggak kurus banget dan bulunya pun bagus). Greenbelt Park adalah taman di area mall jadi suasananya sangat semarak, ramai sekali, dan ada bagian yang penuh manusia. Setelah ke Greenbelt Park dan berpisah dengan Endah dan Salsa, kami melanjutkan perjalanan pulang. Nggak tahunya ngelewatin taman lagi, Legazpi Active Park dan Washington Sycip Park, tapi aku telat nyadarnya karena gelap dan asyik ngobrol sama Chen jadi nggak terlalu memperhatikan tamannya kayak apa. Ada rencana siang atau sore gitu mau ke sana, sih. Biar to-go list-ku untuk mengunjungi taman-taman kota yang dekat dengan dorm kelakon semua.

Ini jalan-jalan pertamaku dengan kawan-kawan exchange participant, dan sepertinya ini adalah bonding timeku dengan mereka karena setelah itu aku jadi lebih nyaman sama mereka dan selama tiga hari ini sejak jalan-jalan bareng itu, aku nggak banyak mengeluh soal mereka. Alhamdulillah, sih. Setidaknya tekanan batinku berkurang.




Jajaran kafe dan restoran di Ayala Triangle Gardens yang delusionable dan au-able banget.
Kucing tidur di depan toko kue.


Senin, 16 Januari 2017
Yang ini jalan-jalannya rada nggak berfaedah, sih.... soalnya perginya ke mall dan aku masih sensi sama mall. Kami mengira aktivitas project akan dimulai dan kami akan menghadiri orientation seminar, semua sudah pada dandan cantik dan ganteng. Eh nggak tahunya kami cuma dikumpulkan di sebuah meeting room kecil di lantai satu dorm dan diajak mendiskusikan expectation setting sebelum akhirnya dibawa pergi naik bus ke SM Megamall. Ini unexpected banget karena nggak ada yang minta diajak jalan-jalan dan mengecewakan karena bukankh seharusnya agenda hari ini adalah orientation seminar? Kenapa malah main nggak jelas ke mall? Ingin ku berkata kasar. Imanku pun goyah setelah mengunjungi dua toko buku yang ada di mall ini, Fully Booked dan Powerbooks. Akhirnya aku beli Stardust-nya Neil Gaiman di Powerbooks. Nyesel karena rasanya buang-buang duit banget :( Tapi ya lumayan sih jalan-jalan yang ini, sebab kami jadi punya pengalaman naik bus yang kalau di Indonesia rasanya seperti bus ekonomi antarprovinsi tapi di sini jadi bus dalam kota biasa. Sekali jalan 16 PHP, dari dorm ke SM Megamall dan sebaliknya. Aku juga jadi nyicipin The Halal Guys, soalnya kayaknya motivasi orang-orang project ngajak kami pergi ke SM Megamall adalah karena kami bilang pengin nyoba The Halal Guys dan di mall itu ada The Halal Guys. Tapi ya nggak hari ini juga kaleee.... Semua exchange participant Indonesia pada kecewa tauk karena kegiatannya nggak sesuai timeline/work plan.

Fotonya cuma ini karena kalo ke mall moodku jadi jelek dan males foto-foto.

Selasa, 17 Januari 2017
Ini hari kemarin dan kemarin seru banget! Projectku kan ada hubungannya sama Microsoft, jadi aku berkesempatan mengikuti training dari Microsoft di kantor Microsoft Philippines Inc., 6750 Ayala Office Tower. Sebenarnya training-nya biasa aja, cuma kayak belajar tips and tricks yang rada advanced buat OneNote, Word, PowerPoint, dan Excel, dan aku pun nggak terlalu excited--lebih karena I didn't know what to expect, nggak kayak temenku yang anak IT yang pengin kerja di Microsoft--tapi setelah menjalani training... wah, rasanya lucky banget. Paling nggak aku udah pernah menginjakkan kaki ke kantor Microsoft. Semua orang mungkin bisa melakukan itu tapi untuk diriku sendiri yang mageran parah dan nggak ada ambisi apa pun yang ada hubungannya sama Microsoft ini, datang ke kantor Microsoft itu merupakan sebuah pencapaian. Training-nya asik, gabung sama anak-anak dari project lain atau sekadar pengin ikut training, dan dua mentornya which were Erwin and Jasper sangat seru dan informatif. Berfaedah banget pokoknya. Aku senang!



Dalam perjalanan pulang, aku sengaja mengarahkan teman-teman untuk lewat Dela Rosa Street karena 1) lebih dekat, 2) lebih jelas karena jalannya tinggal belok kanan dan lurus terus aja sampai dorm, 3) pengin tahu seperti apa Dela Rosa Car Park 1 karena di sana ada SeCham jadi aku berharap kita bisa mampir, hehe~ SeCham itu restoran Korea (lebih terlihat seperti kafe lucu-lucuan(?)) yang menjual ramyeon, camilan Korea, dan es krim Korea. Dan aku beneran mampir ke sana! Alhamdulillah satu lagi to-go-ku terlakoni :') Tempatnya kecil, mejanya kecil-kecil banget walaupun ada dua yang panjang dan besar, lampunya putih terang, bersih, dan dua pelayannya baik-baik banget! Ramah banget, akrab gitu, nggak judes-judes jaim. Salah satu dari mereka ada yang punya saudara muslim jadi tahu kalau aku dan teman-teman tidak boleh makan pork. Aku nggak beli ramyeon sih karena ramyeonnya milih mi instan sendiri gitu di snack bar, baru kemudian minta dimasakin. Ramyeonnya nggak ada yang berlabel halal jadi aku nggak berani walaupun temen-temen pada beli :) Ditambah lagi pengamatanku terhadap produk makanan Korea telah menunjukkan bahwa produk makanan Korea itu kalau halal bakal ada label halal dari Korea Muslim Halal Committee. Pokoknya di kota ini aku mengharuskan diri untuk selalu milih produk makanan yang ada label halalnya, entah itu dari Korea, Malaysia, Singapura, atau Filipina. Seandainya di SeCham mi Nongshim merahnya berlabel halal pasti aku beli. Tapi nyatanya enggak sih, kayak mi Nongshim merah yang dijual di minimarket-minimarket di Indonesia. Malah di 7 Eleven deket dorm ada mi Nongshim merah yang ada label halalnya. Jadi di SeCham aku hanya lowkey memborong snack dan aku bahagia ❤︎

Akhirnya aku nyobain Banana Milk juga dan ENAK BANGET. Murah, lagi! Aku mau dong ke SeCham lagi sebelum pulang terus ngeborong huhu semoga sempat, ya. Aku juga nyoba es krim taiyaki (?) yang bentuknya ikan dan ENAK BANGET JUGA. Lembut manis menyenangkan di lidah! Cinta banget!

Buat saya yang udah biased banget sama Korea, ini jadi enak semua. Tak perlu dipertanyakan lagi.
Snack bar! I assume every school in Korea has it in their canteen.
Also this! Korean ice cream!
Es krim taiyaki--setelah ngesearch di Google ternyata namanya bungeoppang hoho aku baru tahu.
Enak banget!
Aku sayang banget sama Korea Selatan, serius. Sayang banget.

* * *

Yak akhirnya tulisan yang nge-sum up tiga hari jalan-jalan ini kelar juga. Awalnya aku mau tiap abis jalan-jalan langsung ngeblog gitu malemnya, tapi selalu ada kendala yaitu 1) capek, 2) koneksi internet nggak bener. Jadi ya begitulah. Aku udah kebanyakan jajan tiga hari ini jadi mau menghukum diri sendiri nggak jajan apa-apa yang unecessary setidaknya sampai minggu depan. Lagi pula aku udah mager mau ke mana-mana, kecuali urusan project.

Date 2017.01.18
Location Dormitory
Music Alone After Midnight by Tama Rhodes

Saturday, January 14, 2017

Lapor Diri ke KBRI Manila

Alhamdulillah wasyukurillah letak asramaku hanya sepuluh menit jalan kaki jauhnya dari KBRI. Jalannya tinggal lurus doang lagi, dan belok kanan dikit langsung sampai. Bangunan KBRI Manila cukup megah dan besar walau halamannya tak terlalu luas. Dari luar sudah kelihatan ada relief (?) atau apa ya namanya, pokoknya gambar candi-candi gitu terutama Candi Borobodur. Di sebelah kanan pintu masuknya ada papan pengumuman berlapis kaca, di dalamnya tertempel pamflet-pamflet Wonderful Indonesia yang warna-warni, sedangkan di sebelah kiri pintu ada logo (?) KBRI. Hari Jumat tanggal 13 kemarin aku dan rombongan exchange participant Indonesia berkunjung untuk lapor diri. Setelah salah satu dari kami menyerahkan kartu identitas, dan semua anggota rombongan kami membubuhkan tanda tangan (kemudian kami diberi kartu "visitor" yang harus dipakai di baju), kami pun masuk ke KBRI.

Kami bertemu dengan Pak Indra dan ngobrol-ngobrol. Pak Indra baik banget huhu kami sampai diajak jalan-jalan ke linked malls Greenbelt dan diantar pulang sampai asrama. Pak Indra juga berbagi banyak cerita dan memberi nasihat serta informasi-informasi penting terkait kehidupan pendatang (terutama WNI) di kota ini, juga menyampaikan bahwa KBRI siap membantu apabila terjadi sesuatu dan bersedia mengundang kami jikalau ada acara-acara yang menghadirkan para WNI ke KBRI. Ini kunjungan yang menyenangkan dan sangat bermanfaat. Rasanya jadi lebih aman beraktivitas di negeri orang kalau sudah lapor diri ke perwakilan tanah air kayak gini, soalnya kita jadi tahu kalau kita nggak pernah sendirian dan selalu ada orang sesama Indonesia yang akan senantiasa mengulurkan tangan.


Informasi penting, nih.

Dari Pak Indra aku jadi tahu kalau WNI di Manila tinggal menyebar, tidak terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. Dari Pak Indra juga aku jadi tahu kalau tidak semua orang Filipina menganggap aneh orang berhijab. Biasanya yang suka memandang dengan tatapan gumun atau aneh itu, ya, orang-orang yang nggak banyak melihat/berinteraksi dengan orang-orang berhijab. Orang-orang berhijab udah dianggap biasa di daerah pusat kota karena di sana ada banyak muslimah yang bekerja, sedangkan di daerah yang agak pinggiran di mana terdapat warga lokal yang benar-benar lokal (kan beda tuh pandangan dan wawasan orang yang tinggal di daerah pusat dan pinggiran) orang-orang berhijab jarang terlihat jadi masih dianggap aneh. Ya begitulah. Kayaknya di mana-mana juga kayak gini, deh. Orang kita tuh suka parno berlebihan aja, menganggap semua muslim di luar negeri itu didiskriminasi dan dikucilkan dari kehidupan. Padahal, ya, nggak juga. Nggak bisa dipukul sama rata kayak gitu. Banyak juga kok orang luar yang menyikapi muslim dengan biasa aja, bahkan cenderung cuek. Kayak salah satu orang lokal penghuni asrama, namanya Lea. Buat dia mau apa pun ras dan agamamu, kita tetaplah sama-sama manusia. Nggak perlu ada yang namanya diskriminasi, jadi dia nggak keberatan ngobrol dan berteman dengan muslim.

Ini beberapa foto bagian dalam KBRI (lantai satu, tempat menyambut tamu).

Ada panggungnya tapi ketutupan.


Cintailah produk-produk Indonesia.




Ini bukan di lantai satu, sih, tapi di lantai empat. Jumatannya di sini.
Sedangkan yang di luar KBRI....


Bersama Pak Indra :)
Sebenarnya ada cerita waktu jalan-jalan di linked malls, tapi aku enggan menceritakan bagian-bagian semi-hedon dari petualanganku di kota ini (karena aku ke sini bukan buat hedon dalam level apa pun). Intinya sih linked malls ini beberapa mall terhubung jadi satu gitu, jadi dalam sekali jalan bisa main ke beberapa mall sekaligus. Uniknya, linked malls ini dipakai sebagai jalan juga karena menghubungkan beberapa jalan yang aku kurang tahu detailnya, jadi orang-orang yang datang banyak yang hanya pejalan kaki yang sekadar lewat. Aku nggak ambil foto satu pun karena lagi sensi dan muak dan so done sama mall. Kalau pengin lihat atau butuh info lebih lanjut, cari aja di Google. Hehe.

* * *

Ya itu aja cerita tentang kunjungan ke KBRI Manila. Kalau kamu lagi di luar negeri, sempatkan berkunjung ke KBRI, ya, walaupun cuma bentar. Seru tau bisa ngobrol-ngobrol dan berbagi cerita. Bisa menjalin silaturahim juga. Buat aku pribadi, baru kerasa feels kalau lagi ada di luar negerinya setelah menginjakkan kaki ke KBRI. Soalnya KBRI kan adanya di luar negeri :D


Date 2017.01.15
Location Lounge kecil di dorm yang udah sepi banget.
Music Echoes the Time by Myk

I Signed Up For A Trap

Tanpa berniat mendramatisasi ataupun memberi kesan seakan-akan aku menikmati situasi ini, aku mau bilang kalau kondisiku di sini sulit banget. Makan susah; mesti cari halal, mesti harga murah, nggak ada warung-warung kayak angkringan atau ayam geprek yang bisa jadi tempat pelarian di kala lapar. Makananku literally abon, sosis, sama roti. Supaya nggak gampang kelaparan--sesuai saran temenku--aku nelan yang manis-manis dan itu pun tak lebih dari jelly kecil atau madu karena aku nggak bawa Snickers dari rumah (dan aku nyesel banget). Sebenarnya aku termasuk orang yang susah makan; di rumah pun aku bisa betah sehari makan cuma satu kali. Tapi di sini rasanya beda. Rasanya kalau aku nggak makan, aku bisa mati. Ya mungkin itu agak nggak berlebihan juga karena perutku lagi sensitif sama maag, dan maag bisa bikin orang mati. Jadi meskipun terbatas dan pas-pasan banget, aku berusaha tetap menelan sesuatu supaya perutku selalu terisi. Rada aneh juga sih, di sini aku jajan enak dikit rasanya kayak kemewahan banget. Padahal di rumah jajan yang kayak gitu rasanya biasa aja. Kenapa mesti berubah? Kenapa mesti beda? Bikin susah aja.

Kesulitan kedua adalah pergaulan. Aku bersyukur 6 dari 7 peserta program ini adalah orang Indonesia, tapi aku juga nggak bahagia karena ada banyak orang Indonesia bukan berarti pergaulan jadi lebih gampang. Ada kalanya aku mikir-mikir, coba orang Indonesianya dikit aja, pasti jadi lebih mudah akrab. Rasa satu persatuannya kuat. Nggak kayak gini, yang akhirnya malah ngegrup sendiri dan aku merasa terkucilkan. Tapi bisa dibilang aku pun cenderung menjauhkan diri dari mereka sih, soalnya gaya hidup kami nggak cocok. Aku pas-pasan banget, mau beli makan yang enak dikit aja mesti mikir-mikir dulu. Lah mereka malah tiap hari main ke mall. Gimana aku bisa selamat sampai program ini selesai kalau foya-foya terus. Lagian mall nggak menarik, nggak mendidik. Mending uang jajanku ditabung buat beli tiket The Mind Museum.

Kesulitan ketiga adalah imbas dari ketidakcocokanku dengan peserta-peserta lain itu, yaitu jadi susah jalan-jalan di sekitar asrama. Padahal jalan kaki sepuluh menit dari sini aja suasana kota udah berubah. Gedung-gedung tinggi, taman-taman, lalu lintas yang padat tapi rapi kayak di negara-negara maju, lanskap yang mirip New York. Seharusnya aku bisa bepergian sendiri, tapi ibuku bilang aku harus bepergian sama temen. Aku setuju karena semua orang yang memberi kami nasihat tentang hidup di kota ini pun mengatakan kalau kota ini berbahaya untuk turis yang jalan sendirian, tingkat kriminalitasnya tinggi, bahkan Pak Indra orang KBRI memperingatkan kami untuk berhati-hati terhadap penculikan. Aku nggak mau nekat, dan aku pun nggak mau ditangkap polisi hanya karena melanggar rambu-rambu lalu lintas pejalan kaki yang kelihatannya cukup ribet (karena aku nggak terbiasa). Jadi ya gimana ya. Aku yang di rumah biasanya berani bepergian sendiri jadi mau nggak mau jadi pengecut dulu di sini. Nggak apa-apa pengecut, yang penting selamat dan bisa ketemu keluarga lagi di rumah. Nggak usah sok berani yang ujung-ujungnya mempermalukan dan merugikan diri sendiri.

Di Twitter pun aku kayaknya mengeluh terus ya. Mbendino ana wae sing disambatke. Ya gimana sih, aku ikut program ini bukan buat seneng-seneng. “Liburan” itu tulisan di visa doang. Aku juga sebenarnya nggak begitu kaget kalau ternyata di sini hidup jadi wong susah banget. I didn’t expect this, but I didn’t expect a happy life either. Nggak tau juga ya, rasanya kayak pengin menerima kehidupan apa pun yang harus aku jalani di sini. Ini buat latihan survival yang sesungguhnya, yang selama ini cuma aku baca di buku-buku doang, and I really am surviving. Jadi di sini tuh aku kayak cuma latihan aja, bener-bener nggak lebih dari latihan. Bukan liburan, bukan kerja sukarela sosial, melainkan latihan survival. Nggak heran kalau aku mengandaikan kehidupanku di sini sebagai perjalanan post-apocalypse. Tema hidupku sekarang benar-benar dystopia, dan sebagai heroine yang cerdas dan berpendirian pengikut June Iparis, aku harus survive. Aku nggak peduli sama orang-orang Jabodetabek yang mainnya ke mall mulu itu. It’s not like I want to be friends with them. No, not a bit. Di sini aku cuma kebetulan aja satu project dan satu asrama sama mereka. Satu project dan satu asrama nggak berarti harus berteman kan? Dan aku bukan lagi orang yang dikit-dikit berharap “semoga bisa dapat teman baru”. Menurutku itu terlalu naif.

Project bahkan belum dimulai dan aku udah pengin pulang. Kalau dipikir-pikir lagi, kenapa pula aku ikut project ini kalau ujung-ujungnya bakal kakean sambat kayak gini? Mungkin untuk cari pembuktian aja sih, apakah benar leaving comfort zone itu bermanfaat dan menyenangkan. Sejauh ini jawabanku ya, keluar dari zona nyaman itu bermanfaat. Membuka pandangan, memperluas wawasan, menguji keberanian, melatih kemandirian, dan lain sebagainya. Tapi apakah menyenangkan? 아니. 재미 없어. Saking tidak menyenangkannya sampai aku berani bilang do not leave comfort zone. It’s a trap.


Date 2017.01.14
Location Dormitory
Music -

Thursday, January 12, 2017

Renungan Zona Nyaman

Saya pengin perjalanan ini terasa cepat karena nggak mau lama-lama berada di luar zona nyaman. Rasanya ini bisa membunuh saya pelan-pelan, dengan kematian seperti tercekik asap kebakaran rumah. Nggak peduli apa yang dikatakan orang tentang "keluar zona nyaman", sampai saat ini saya masihlah orang yang sangat mencintai rumah. Sampai-sampai mengucap, mengetik, dan mengeja kata "rumah" bikin saya nangis saking kangennya. Nggak heran ya, mengingat saya orangnya homebody garis keras. Untuk saat ini saya masih berpikiran, mau ke mana pun dan sejauh apa pun saya pergi, saya nggak akan pernah suka meninggalkan zona nyaman terlalu lama. Sebab rasanya seperti disiksa pelan-pelan.

Pada saat yang sama, baru dua atau tiga hari tinggal di kota asing ini, saya juga menyadari bahwa zona nyaman itu sebenarnya nggak bisa ditinggalkan. Zona nyaman itu bagian dari pikiranmu, menyatu dengan sel-sel di sekujur tubuhmu dan menggerakkanmu untuk memilih makanan yang sudah familier dengan lidahmu, mengarahkanmu untuk pergi ke Seven Eleven alih-alih toko kelontong lokal, membawa Indomie dan abon sapi dari tanah air, mengenakan baju-baju yang sama setiap hari, memilih jalan-jalan yang paling tidak pernah kamu lalui satu kali ke mana pun kamu pergi. Zona nyaman itu segala hal yang membuatmu nyaman dalam menjalani kehidupan sehari-hari, di mana pun kamu berada. Dan saya mendapatkan pemikiran ini ketika saya sadar telah menghabiskan waktu nyaris seharian berada di dalam kamar di apartemen si Tante. Meskipun baru satu hari berada di situ, itulah zona nyaman baru saya. Meskipun berbeda tempat, mulai dari kota sampai negara, rasanya nyaman seperti di rumah sendiri. Perasaan nyaman seperti itu kan yang menumbuhkan zona nyaman?

Tadi malam, akhirnya saya pindah ke dorm juga. Zona nyaman saya berganti. Kali ini bukan kamar menyerupai kamar hotel berfasilitas lengkap mulai dari AC sampai kamar mandi pribadi seperti yang ada di apartemen si Tante. Kamar saya sekarang tak lebih dari shared bedroom kos-kosan biasa, yang pendinginnya kipas angin, tempat tidurnya bertingkat, cahaya lampunya redup, tidak berjendela, dan kamar mandinya harus berbagi dengan exchange participant lainnya. Dalam keadaan seperti itu, di manakah zona nyaman saya? Ya tempat tidur saya sendiri, satu-satunya ruang yang menjadi milik saya sendiri di tempat ini. Sesempit itu, tetapi bisa saya tempati seharian penuh seperti di kamar sendiri kalau saja tidak ada kegiatan lain yang mengharuskan saya pergi dari situ.

Ini kurang lebih pemahaman baru saya soal zona nyaman. Ke mana pun kamu pergi, di mana pun kamu berada, zona nyaman itu selalu ada, sekecil apa pun itu. Dan untuk keluar zona nyaman pun sebenarnya nggak harus jauh-jauh sampai ke luar negeri. Bahkan buat saya, keluar dari rumah untuk ke kampus saja namanya sudah meninggalkan zona nyaman.

Date 2017.01.12
Location Dormitory
Music Exchange participants from Indonesia having a chat with a native.

Tuesday, January 10, 2017

3 Meals A Day

Makanan-makanan saya hari ini paling fancy dibandingkan hari-hari sebelumnya--ya meskipun hari-hari sebelumnya lebih beragam mulai dari nasi lauk + mashed potato, pasta, sampai spanish food (yang sangat tidak cocok untuk lidah saya). Kemarin, untuk makan malam, tante teman saya yang menyediakan akomodasi (baca: apartemen) tempat saya nebeng sebelum pindah ke dorm, membuatkan saya dan teman saya stir fry dengan shrimp. Sisa dari stir fry itu disimpan untuk kami makan hari ini selama si Tante pergi bekerja. Saya dan teman saya rupanya punya keinginan dan pandangan yang berbeda tentang makanan, jadi menu-menunya tidak sama. Masing-masing dari kami berkreasi sendiri. Rupanya si Tante baru bisa pulang agak larut karena terjebak traffic kota ini yang memang luar biasa, jadilah kami masak-masak sendiri untuk tiga kali makan: sarapan, makan siang, dan makan malam.

Salah satu motivasi personal saya dalam mengikuti Global Citizen adalah untuk melatih kekreatifan dan kemandirian dalam hal survival, salah satunya soal memasak dan makanan, sebagai persiapan sebelum mengikuti pertukaran pelajar dan atau melanjutkan sekolah di Korea Selatan. Di rumah memang sudah bereksperimen beberapa kali, tapi hanya dengan bahan-bahan masak yang itu-itu saja. Three meals a day saya hari ini menyadarkan saya bahwa rupa-rupanya dunia masak praktis itu lebih luas dari sekadar nasi, saus, bawang-bawangan, dan telur yang biasa saya masak di rumah. Bisa dibilang bahan-bahan inilah zona nyaman saya karena nggak ngerti bahan lainnya dan terlalu malas untuk melengkapi perlengkapan di dapur. Tapi di apartemen ini bahan-bahan dan peralatannya lengkap sekali, sudah seperti di minimarket atau malah lebih lengkap lagi, dan ada microwave yang tidak ada di rumah saya. Ditinggal kerja seharian memberi saya kebebasan untuk mencampurkan bahan-bahan yang ada tanpa merasa canggung, apalagi memang sudah dipersilakan oleh si Tante untuk help yourself, don't be shy, kalau mau sesuatu tinggal ambil aja. Saya jadikan kesempatan ini untuk belajar menu-menu praktis baru yang semuanya bersumber dari imajinasi saya sendiri. Alhamdulillah semuanya enak.

Sarapan


Sarapan saya hari ini dua. Tumben banget karena biasanya kalau makan sendiri, cuma makan main course doang. Karena tidak bisa sepenuhnya lepas dari karbohidrat dan tidak ada nasi, sebagai pengganti nasi saya masak mi, ramyeon Nongshim edisi veggie yang berlabel Korea Muslim Federation Halal Certificate (si Tante adalah bule Australia muslim, berhijab, jadi semua bahan masaknya terjamin halal). Dikasih keju sedikit karena iseng. Rasanya kurang sip kalau hanya mi doang, maka saya ambil sedikit sisa stir fry kemarin, dipanaskan di microwave dan dikasih keju sedikit (juga karena iseng), lalu dijadikan makanan pendamping. Di sini kekreatifan saya belum terlalu keluar. Saya cuma merasa lumayan kreatif ketika memutuskan untuk memanaskan stif fry dan menjadikannya makanan pendamping, sebab tidak biasanya saya menyediakan makanan pendamping. Sayur-sayuran, lagi.

Makan Siang


Nah, di sini saya mulai berkreasi. Malam sebelumnya, untuk menyiapkan makanan kami keesokan harinya selama ditinggal bekerja, Tante memasakkan daging goreng, kentang goreng, dan menyediakan dua potong jagung yang kemudian disimpan di kulkas. Merasa tak enak kalau semua makanan itu dibiarkan begitu saja, saya pun mendorong diri sendiri untuk berkreasi. Sempat sedikit kecewa karena nggak ada nasi, tapi kekecewaan itu musnah sepenuhnya ketika saya ingat kalau kentang dan jagung itu sendiri mengandung karbohidrat dan bisa dijadikan pengganti nasi, seperti mi tadi pagi. Gimana ya kalo kentang sama jagungnya dicampur? Perasaan "mau tak mau karena adanya cuma ini" segera digantikan rasa penasaran yang benar-benar genuine, seperti pengin eksperimen. Akhirnya saya ambil wadah-wadah berisi daging goreng, kentang goreng, dan satu potong jagung di kulkas, lalu melepaskan biji-biji jagung dan mengumpulkannya di mangkuk kecil. Kentang pun ditambahkan, lalu ditaburi keju parmessan. Dagingnya saya taruh di piring kecil yang kemudian diberi sedikit bawang bombai dan selembar keju di atasnya. Satu per satu, dua makanan ini dipanaskan di microwave.

My bad, ada sedikit kegagalan pada eksperimen ini. Daging dan kejunya terlalu lama dipanaskan sampai-sampai kejunya gosong :( Kering banget dan tidak cantik meskipun rasanya tetap enak. Sungguh saya menyesal karena kalau memanaskannya hanya satu menit dan bukannya dua menit seperti yang telah saya lakukan, pasti hasilnya bagus dan layak foto :( Tapi selain itu, semuanya baik-baik saja. Sama sekali tidak ada yang salah dengan rasanya. Kombinasi kentang dan jagung rupanya sangat enak, apalagi ada lauk kecil-kecilan berupa daging goreng. Mangkuk yang saya gunakan terbilang kecil (sama seperti mangkuk stir fry saat sarapan), tapi itu saja sudah bikin kenyang. Kenyangnya yang memuaskan gitu, bukan kenyang berlebihan yang bikin muak lihat makanan. Enak banget pokoknya.

Makan Malam


Si Tante terjebak macet dan memutuskan untuk pulang beberapa jam setelah makan malam, maka saya dan teman saya pun harus membuat makan malam sendiri. Teman saya memasak makanan yang lebih fancy dengan pasta, susu, keju, dan mi. Agak ribet dan memakan waktu meskipun bahan-bahannya sederhana. Saya punya ide yang berbeda. Kentang, daging, dan stir fry di kulkas saya keluarkan lagi, dicampur di mangkuk kecil yang ukurannya sama seperti mangkuk saat sarapan stir fry dan makan siang, ditaburi keju parmessan, bawang bombai, black pepper, dicemplungi telur, lalu dimasukkan ke microwave. Sesederhana itu. Semua bahannya tinggal ambil dan dipanaskan selama satu menit. Setelah selesai, saya menaburinya dengan bawang merah goreng. Begini pun enak dan mengenyangkan (walaupun telurnya kurang matang) :') Memang mungkin kurang cocok bagi yang porsi makannya besar, tapi kebetulan porsi makan saya tidak besar, jadi makanan sederhana seperti ini sangatlah ideal dan membahagiakan.

* * *

Saya khawatir ini adalah three meals a day paling proper dan paling terakhir yang akan saya miliki karena hari ini adalah hari terakhir saya tinggal di apartemen dengan dapur penuh aneka bahan makanan dan peralatan masak. Mulai besok, saya akan tinggal di dorm di mana memasak tidak diizinkan dan yang tersedia hanyalah kulkas dan microwave. Petualangan saya yang sesungguhnya di kota ini akan dimulai, begitu pula penyederhanaan besar-besaran dalam segala hal, terutama makanan. Saya sudah sangat bersyukur karena sedikit banyak tujuan saya ikut program ini sudah tercapai, yaitu mengasah kreatifitas dalam memasak. Sudah jelas saya akan mengulang menu-menu three meals a day hari ini di masa depan nanti. Bisa dibayangkan dapur kecil di apartemen kecil saya di Korea Selatan kelak akan diisi dengan kentang, jagung, daging dari toko halal, sayur-mayur, bawang-bawangan, telur, dan keju. Bumbu-bumbuan juga tentunya; garam, gula, merica, lada hitam, saus tiram. Microwave, wajan, panci, sumpit, sendok, garpu, pisau. Untuk survival dalam hal memasak dan makanan, saya jadi makin siap.

Saya takut mulai besok menu sehari-hari saya tak akan lebih dari nasi abon atau nasi sosis. Tapi tidak apa-apa, namanya juga hemat dan yha s u r v i v a l. Masih ada kemungkinan untuk jajan-jajan hemat sebagai variasi.

Date 2017.01.10
Location An apartment in Rockwell, Makati, PH
Music Self Control by Frank Ocean

P.S.
Maaf kalau foto-fotonya blur. Seharusnya tidak. Sepertinya ini efek template blog yang ngelebarin foto-fotonya seenak jidat :(

So I Return

I deleted my old blogs and despite of having too many sideblogs on Tumblr, sepertinya memang lebih cocok pakai Blogspot untuk nulis-nulis tentang thoughts dan hal-hal berbau personal lainnya. Jadi halo, saya kembali.

2016 itu tahunnya saya terlalu banyak mikirin diri sendiri. I thought the only thing mattered in the world was my own self as if I was the center of the universe--in a quite bad way, sampai akhirnya saya mulai sadar dan perlahan-lahan pindah era dari dark age ke discovery age, lalu pindah lagi pelan-pelan ke age of enlightenment, kemudian insyaAllah sekarang pelan-pelan (juga) settling ke modern age. Saya ibaratkan dengan historical periods dunia karena lebih gampang didapat esensinya. Yang bingung nyari esensinya di mana, silakan baca-baca historical periods dulu hehe nanti pasti bisa ngerti maksud saya membagi-bagi perjalanan hidup saya selama beberapa bulan terakhir ini dengan era-era sejarah.

Saya mengakhiri 2016 dengan persiapan perjalanan ke luar negeri, dan mengawali 2017 dengan perwujudan dari perjalanan itu. 2.747 kilometer jauhnya dari Yogyakarta, saya sekarang ada di Makati, sebuah kota di daerah Metro Manila, Filipina, dalam rangka mengikuti program volunteer abroad AIESEC yang barangkali sudah pernah kamu dengar sebelumnya, yaitu Global Citizen. Akan ada banyak cerita yang bisa saya tulis, dan saya mungkin akan menyesal kalau tidak membagikannya ke orang lain, maka terciptalah blog ini. Untuk sementara, postingan ini jadi pembuka dulu. Cerita-cerita itu akan saya publikasikan di sini seiring waktu.

Buat yang sudah tahu tentang saya dan merupakan pembaca lama, halo, senang bertemu kembali. Buat yang baru tahu tentang saya dan merupakan pembaca baru, halo, salam kenal :)

Date 2017.01.10
Location An apartment in Rockwell, Makati, PH
Music Close by Atu