Pages

Friday, July 14, 2017

Hoi, Apa Kabar

I'm in school break. Hanya tinggal sebulan sampai kuliah dimulai lagi. Itu pun nggak mungkin sebulan gabut total (lmao) karena aku bakal sibuk ngurusin ospek fakultas (I know the event is not called "ospek" anymore, but apparently people are mostly used to getting an idea from a familiar term). Aku bingung apakah aku harus senang udah mau masuk kuliah lagi, atau sedih karena akan kehilangan waktu-waktu gabut yang bisa kugunakan untuk tidur, internetan, baca buku, belajar bahasa asing, dan nulis--basically hal-hal yang aku suka.

How's my break so far? Did I learn something?

I learned that the things that I used to like or I'm not sure if I really like can actually get to you over time and you'll realize that they are what are true for you. I like science, for instance, and I didn't know how much I like it until I realized that I keep choosing the topic over anything else. I'm so attracted to it, now matter how hard I try to remind myself that I am no science person, dude-self, I can barely remember numbers and I'm a just a superficial learner. But science is not all about numbers, thorough researches, and long-term memorizations, isn't it? Sama halnya dengan seni. Musik, patung, lukisan; mereka punya penikmat-penikmat tersendiri yang nggak pernah merasa bersalah karena nggak bisa main musik, memahat, dan menggambar. Kenapa sains harus berbeda? Sains toh juga bisa dinikmati. Maka aku adalah penikmat sains.

Aku sangat, sangat, sangat menyesal karena telah menyepelekan pelajaran-pelajaran sains selama masa sekolah menengah. Fisika, Matematika, dan Kimia terutama, karena apparently aku nggak pernah nggak suka Biologi (kapan aku pernah nggak suka belajar tentang teman-temanku sendiri, para binatang dan tumbuhan? Aku nggak ingat). Aku menyepelekan mereka karena kebawa pengaruh mayoritas di sekitarku yang menganggap pelajaran-pelajaran ini susah dan menyebalkan. Novel-novel teenlit yang sering kubaca sewaktu aku masih di sekolah menengah itu, mana yang bilang Fisika nggak nyebelin? Mana yang bilang guru Matematika nggak killer? Mana yang bilang Sejarah itu seru? Sementara itu, anak-anak yang menyukai pelajaran-pelajaran ini dideskripsikan sebagai anak-anak yang aneh, unik, beda, kutu buku, nerd. Baru belum lama ini aja aku sadar kalau semua stereotip itu misleading. Alias sesat. Aku juga pernah nulis stereotip-stereotip itu di ceritaku sendiri, tapi setelah kupikir-pikir lagi, naskah tertuaku punya Tirta yang sayang Kimia tapi nggak nerd. He's more of a geek. Nawang sayang Matematika. Adit nggak bisa hidup tanpa Astronomi dan Ekonomi, pokoknya yang banyak angkanya, and I admit it was too overwhelming writing his story. Bahkan Dayan yang bandel juga suka Fisika. Rendi? Umm... Rendi... Percaya atau nggak, it is not written anywhere in the published stories, but after he took a year gap, he actually went to college, major in Geography. Kenapa Geografi? Karena banyak kuliah lapangannya dan mempelajari hal-hal di sekitar Rendi yang Rendi lihat dan temukan ketika dia bertualang di alam. Menurutku itu jurusan yang paling masuk akal buat dia karena aku sama sekali nggak bisa membayangkan dia belajar di kelas, apalagi nongki di perpustakaan. Dibandingkan dengan kemungkinan Rendi belajar di kelas dan nongki di perpustakaan, masih lebih masuk akal kemungkinan dia jadi Tarzan.

It was Tirta who said that

        in the unpublished story

                  that I just made up a few secs ago.

Setelah banyak bergaul sama NCT, aku pun sadar kalau Tirta adalah orang yang mulutnya ter-savage di antara mereka berlima (bahkan bersepuluh).

Well belajar Geografi tetep banyak baca dan menghafalnya (+ menghitung + menggambar) tapi setidaknya Rendi punya lebih banyak kesempatan jalan-jalan dan bermain-main di luar ruangan.

Anyway, yeah, I love science and I hope people in this country stop looking down on it. Kapan Indonesia bisa punya jurusan Spacecraft Engineering kalau sains di-alienate terus?

* * *

Recently, I tried out Spotify's features that have always been there all this time but I was never interested in seeing how they work, and I discovered this podcast things that is awfully hell yeah awesome. No one ever told me about cool podcasts being available on Spotify because apparently there's no one ever to share this kind of thing with me (which is sad, but come to think of it, I've been discovering things on my own since I was a kid). I don't know if it's available to play in Spotify Free, though, because mine has been upgraded to Premium and I'll never use Spotify if it is not Premium, but if you're a podcast listener dan orang yang sangat suka belajar kayak aku (a nerd, in short) and apparently not a Premium user, it'll worth every penny you spend for starting the monthly subscription.

Here, some screenshots from my cellphone.


Pretty basic. Discover everything in Browse, and you'll be able to track what you've been checking out in Your Library.

This is what you see in the "Podcasts". Choose what rises your eyebrows. I was instantly attracted to Stuff You Miss in History Class lol

The topics.

Pretty board categories.

The podcast.


Aku kesel banget lihat ini harusnya aku bisa belajar materi planet dari sini waktu SMA dulu. But then emangnya podcast ini udah ada waktu aku masih SMA?
For y'all Potterheads.
Can we use it to study in Hogwarts?

Aren't they cool?!

This is how it looks in Your Library.


Man! I've been putting off my plan to listen to online lectures to drive my brain to sleep because I only know Youtube and it's too ribet to keep playing videos while you try to sleep, and I never try podcasts because I didn't think podcasts were cool ( = a huge mistake). But now... I changed my mind. There's no way I won't change my mind after it got blown by this feature on Spotify. Dude. I love Spotify so much.

* * *

Aku jadi pengin cerita tentang cerita terbaruku, tentang aku yang akhirnya nulis lagi setelah sekian lama, tapi itu lain kali aja.

Ini udah jam sebelas jadi aku harus udahan di sini.

Bye.

Date 2017/07/14
Location Grandma's House
Music Is a Head Transplant Really A Thing? - Stuff You Should Know

Thursday, February 23, 2017

Otw Hidup Enak

Jogja panas banget. Tipikal musim hujan.

Lho, kok tiba-tiba Jogja? Bukan Makati?

Oh, iya, dong. Aku udah pulang :D Minggu malam berangkat dari Manila, Senin dini hari sampai di Jakarta, paginya terbang ke Jogja dan udah dua hari ini aku kembali beraktivitas di kampus tercinta. Dan aku merasa... nggak banyak mikir. Dua hari ini aku ngapain, ya? Cuma inget ngerjain tugas doang. Oh, kemarin sepulang kuliah aku iseng mampir ke Gramedia buat lihat-lihat buku dan pernak-pernik alat tulis (dan dekorasi) lucu. Malemnya di rumah nugas lagi (dan belajar bahasa Korea), trus nonton anime sampai ngantuk.

Rasanya kayak time is slipping. Lebih singkat dari yang biasanya kurasakan. Apa karena sebagian besar waktuku digunakan untuk nugas, ya? Kan dulu aku gabut banget, suka nunda-nunda tugas. Sekarang aku nggak mau kayak gitu lagi. Mungkin karena trauma dapet nilai jelek. Wih, kedengarannya nggaya banget. Tapi aku memang jenis orang yang peduli sama nilai. Pedulinya nggak sampai "harus A semua demi jadi nomor satu sedunia", tapi pokoknya peduli aja biar hidup lebih gampang. Nggak disindir orangtua, nggak minder sama temen, nggak susah cari beasiswa/kerja. Also I want to live up to my image--people see me as a hardworking person, someone who is smart, sharp, and diligent. "Someone who's capable of doing great things" kalau kata Mou. Aku kayak udah sampai di titik di mana aku harus dengerin apa yang dunia pikirkan dan katakan tentang diriku untuk mencari tahu sekaligus membentuk diriku yang sebenarnya. Kan ada tuh yang bilang "Jangan dengerin apa kata orang, jadilah dirimu sendiri saja. Be true to yourself." I didn't know which parts of me were my true self anymore, to the point where I couldn't tell what makes me me. At that point, the tables were flipped. Kamu sendiri bingung kamu ini orang yang kayak gimana, gimana mau "be true to yourself"? Daripada semakin bingung karena menghindari "apa kata orang" saking gengsinya nggak mau jadi seperti apa yang orang lain "harapkan", aku banting setir aja: Gimana kalau coba dengerin mereka dulu? Siapa tahu mereka benar? Atau setidaknya dijadikan petunjuk, apalagi kalau hal-hal yang orang lihat dari kamu itu positif dan keren semua. Maka jadilah aku sekarang, berusaha menjadi orang yang menurut A pinter, menurut B rajin, menurut D pinter bahasa Inggris. Tapi tetep lihat-lihat kondisi juga, sih. Aku nggak mau jadi orang yang kata E jago karya ilmiah karena memang pada kenyataannya aku nggak pernah dan nggak tertarik bikin karya ilmiah. Kan tujuanku tuh untuk menemukan "true self", bukan jadi orang fake :)

Aku udah semester empat sekarang. Tahun depan udah skripsi aja, dan aku udah mulai mikirin kerja. Bukan kerja sih. Lebih tepatnya cari duit sendiri. Ada seribu satu alasan yang membuat seseorang mulai kepengin cari duit sendiri. Ada temen yang kerja di kafe dan toko roti, ada temen yang kerja sebagai seniman (nyanyi, nyinden, pelatih, teater), ada yang berbisnis (banyak!), ada yang ngajar, ada juga yang serabutan tapi nggak jauh-jauh dari event organizing. Njuk aku dadi mikir, aku tahu banget kalo tanpa mencoba pun aku nggak punya ketertarikan apalagi kemampuan di bidang-bidang (?) itu. Lalu apa yang bisa kulakukan untuk menghasilkan uang? Satu-satunya skill-ku yang bisa kuandalkan adalah nulis, dan aku ini jenis orang yang bisanya menyumbangkan pikiran, bukan tenaga. Kemudian aku kepikiran koar-koar "Nulis tuh jangan buat cari duit" dan tiba-tiba muncul ide: Gimana kalau aku melakukan yang sebaliknya? Gimana kalau aku nulis untuk cari duit? Apa aku menjadi orang yang kemakan omonganku sendiri? Not really. I don't feel that way. Nulis tuh oke-oke aja buat cari duit, asal kualitas tulisan juga dikembangin, nggak cuma asal nulis. Kalau memang lagi belajar nulis, cari duit terasa kurang pas untuk jadi motivasi. Lah kalau nulisnya udah pinter, masa nggak boleh dimanfaatkan untuk menghasilkan uang? Sejujurnya aku udah merasa tulisanku bagus, cukup bagus untuk menyuntik rasa percaya diri dan dimuat di media. Tapi itu lebih ke secara teknis, sih. Tata bahasa dan lain sebagainya. Soal eksekusi ide dan konten... saya ndak tau... mungkin aku nggak akan pernah berhenti belajar dan nggak akan pernah merasa bagus apalagi pinter soal yang satu ini. Tapi inilah tantanganku sekarang. Akademisi dan peneliti bekerja dengan tulisan. Aku satu-satunya orang yang pengin kerja jadi peneliti di antara enam mahasiswa yang ngobrolin gimana caranya cari duit sambil makan di Kantin Bonbin tadi pagi. Lima lainnya pengin ngebisnis. Aku masih nggak tahu--bener-bener nggak tahu--mau nulis apa, but I'll figure it out. It'll take time, but I don't want to rush either. Sambil jalan, aku mau baca sebanyak-banyaknya. Brainstorm sesering-seringnya.

di Kantin Bonbin

Pada kenyataannya kita semua manusia sama-sama mengejar kehidupan yang enak dan menyenangkan. Tapi aku nggak mau enak-enak selamanya, apalagi kalau itu tidak membuatku berkembang. Aku suka tantangan intelektual, yang membuatku berpikir, mempertanyakan hal-hal yang lebih besar daripada eksistensiku di dunia ini, membuka dan melebarkan mata untuk segala macam ilmu pengetahuan yang sering kali dijauhi manusia-manusia negeri ini karena dianggap membosankan dan kurang praktis. Aku mau memilih jalan sebagai peneliti, maka pantas jika kehidupan kuliahku banyak diisi dengan membaca dan berdiskusi. Dibilang "mahasiswa kupu-kupu" ya terserah, lha wong memang dengan cara menjadi "kupu-kupu" itulah tujuan hidupku bisa tercapai. Dengan cara yang seperti itulah hidupku bisa enak dan menyenangkan. Ngapain menyiksa diri sendiri hanya demi mengikuti society di saat kamu punya hak untuk mendesain hidupmu sendiri?

* * *

Siang ini aku mengganti wallpaper laptop dengan gambar peta dunia resolusi tinggi. Siang ini juga aku ngobrol-ngobrol sama temen-temen soal konspirasi flat earth dan di saat dia kesusahan menjelaskan rekayasa rute penerbangan, aku langsung bilang, "Nih, nih, bentar. Kebetulan wallpaper-ku peta dunia," kemudian penjelasannya menjadi lebih mudah dimengerti karena diilustrasikan dengan peta dunia di layar laptopku. Sorenya aku ngobrol-ngobrol lagi sama temen tentang hal-hal kenegaraan yang menyebutkan letak Vietnam, Korea Utara, dan Great Wall Tiongkok, dan lagi-lagi wallpaper peta dunia itu membantu menjadi ilustrasi. "Coba buka desktop, deh. Kebetulan wallpaper-ku peta dunia." Ini hal kecil yang sebenarnya sangat remeh, tapi entah mengapa membuatku senang. Aku cinta peta dunia. Peta dunia itu sangat indah dan berguna.


* * *

Alhamdulillah sekali, dua hari terakhir ini aku sangat produktif (dalam belajar). Semoga terus berlanjut dan menjadi kebiasaan sampai-sampai akan terasa aneh jika tiba-tiba gabut nggak punya kerjaan.



Date 2017.02.23
Location Campus - Home
Music Dubstep & Gaming Music playlist by Avanza on Spotify

Tuesday, February 14, 2017

Tinggal Seminggu

Aku sudah mulai merasa akrab dengan kota ini. Dengan lingkungan di sekitar dorm; jam berapa saja kantin lantai satu ramai dengan orang-orang pencari wi-fi, sudut-sudut mana saja yang sinyalnya bagus, setiap malam penduduk lokal nongkrong-nongkrong di pinggir jalan dan menyalakan lagu hip hop Filipino keras-keras. Dengan orang-orang yang sering kami temui; para tetangga kamar, Pak Satpam dorm, satpam Seven Eleven, mbak-mbak dan mas-mas kasir Seven Eleven, abang penjual squid ball dan teman-temannya yang sering nongkrong menemaninya jualan, Bang Alex laundry langganan, sopir-sopir Grab dan Uber, dan terutama anak-anak didik di learning center. Aku sudah mulai berani jalan-jalan sendirian mau siang atau malam. Sudah tahu tempat makan mana saja yang jadi favorit (Sevel dan Jollibee!!!!). Sudah familier dengan jalan-jalan di daerah rimba gedung pencakar langit. Sudah bisa pulang tanpa Maps. Sudah terbiasa dengan kota ini dan rasanya bisa hidup di sini lebih lama lagi.

Tapi enam hari lagi, aku harus pulang.

Kalau ditanya apa perasaan-perasaan akrab dan familier itu membuatku kerasan tinggal di sini, jawabanku membingungkan. Antara ya dan tidak. Ya karena aku sudah berhasil beradaptasi, tidak karena aku benar-benar harus pulang untuk melanjutkan hidup. Sepertinya lebih condong ke tidak. Tapi aku akui aku akan merindukan banyak hal dari kota ini, terutama orang-orangnya. Teman-teman seperjuangan dan orang-orang yang sering kami temui (seperti yang sudah kusebutkan di atas). Rasanya ingin sekali berfoto dengan mereka semua, sebab entah mengapa keberadaan mereka terasa lebih istimewa sekaligus mudah hilang daripada gedung-gedung cantik dan pemandangan-pemandangan indah yang gampang disimpan dalam foto dan kartu pos. Gedung-gedung dan pemandangan-pemandangan itu bisa ditengok lagi di Google kapan saja, tapi orang-orang itu tidak. Mana ada mereka di Google. Maka dari itu, I feel like I want to have a little piece of each of them and keep it forever in my journal. Tapi ya gimana ya, mau minta foto rasanya malu gitu. Masa habis beli tuna omelette di Sevel, lalu bilang "May I take a picture with you?" sama mbak-mbak kasirnya. Not like it's impossible, tapi ya gimana ya huhu

Satu hal yang baru kusadari belum lama ini adalah di sini aku sering jalan-jalan di malam hari. Di rumah? Boro-boro. Di rumah tuh jam tujuh adalah jamku pulang, bukan keluar untuk main. Di sini jam tujuh juga bisa jadi jamku pulang, tapi sering kali aku bisa berada di luar dorm sampai jam sebelas malam. Seperti beberapa hari terakhir ini, dua kali duduk-duduk di Starbucks sama temen-temen sampai jam sepuluh dan sebelas malam, sekeluarnya dari situ masih mampir-mampir ke tempat-tempat di sekitar. Aneh juga sih, setelah sembilan belas tahun hidup tanpa pernah sekali pun main malam-malam, baru setelah satu bulan yang hampir setiap harinya jalan-jalan sampai malam di sini aku sadar kalau semua momen jalan-jalan itu adalah momen pertamaku menghabiskan malam hari di luar tempat tinggal. Dan rasanya... aku akan merindukan itu juga. Juga jadi bertanya-tanya, apa aku akan masih bisa main malam ya setelah pulang? Mungkin aku akan mengusahakan itu sedikit dengan proyek "Apresiasi Jogja Malam" (?), sebuah proyek yang idenya tercetus di kepala beberapa detik yang lalu. Aku juga punya proyek yang sebenarnya sebelum pergi ke sini pun sudah bikin kepikiran terus, yaitu jalan kaki dari FIB ke Malioboro. Aku pengin lebih banyak berpetualang dengan jalan kaki di Jogja. Kalau nggak ada temen yang bisa diajak, sendirian juga nggak apa-apa. Nggak apa-apa banget. Di kotaku sendiri ini. Nggak mungkin aku nggak berani :)

Ah, jadi tambah pengin pulang.

Enam hari lagi.

Aku pengin ke Gramedia dan beli buku-buku sastra yang sebelumnya nggak pernah kubayangkan akan kubaca.

Date 2017.02.14
Location Dormitory
Music -

Monday, February 6, 2017

Ketertarikan-ketertarikan Baru

Elaborating my journal entry.

* * *

Aku mulai menemukan keasyikan traveling.... Like, when I see a city framed in picture or video, there's this voice that whispers unexpectedly but somehow naturally, telling me that I want to go there and I should do that someday. Bahwa sebenarnya--dan ternyata--because I've found out--jalan-jalan dan menetap sebentar di tanah asing selama beberapa waktu itu berat tapi menyenangkan. Rasa senang itu datangnya mungkin belakangan, but it is definitely something that is worth waiting--and fighting--for, dan bisa jadi keasyikan traveling itulah--yang datangnya betulan belakangan--yang telah mengubah cara pandangku. Recently I realized that I want to feel it again, but in different places and with different people, which is why I've started to mentally note every country and city I'd hopefully visit in the future. Rasanya agak sayang kalau cuma Korea Selatan, Vietnam, Inggris, dan Amerika Serikat. Maka aku menambahkan negara-negara Asia Timur, Australia, dan Islandia.

Akhir-akhir ini aku mulai memikirkan hal-hal yang lebih besar daripada yang biasa kupikirkan. Seperti, haruskah aku mengikuti atau memulai--kalau belum ada--kampanye perlindungan hewan domestik di kampung halamanku? Rupanya kejadian penyelamatan lima anak kucing beberapa waktu lalu meninggalkan bekas yang cukup besar. Ceritanya begini: Aku menemukan lima anak kucing yang usianya mungkin baru jalan beberapa minggu dibuang dengan kotak kardus di pinggir jalan besar, dan mereka menjerit-jerit panik sambil menjatuhkan diri dari trotoar ke jalan yang dilintasi mobil-mobil besar. Malam itu rasanya aku rela ketinggalan pesawat pulang ke Indonesia; pikiranku blank dan yang kutahu hanyalah aku harus mengamankan anak-anak kucing itu dulu. Perasaan itu, rupa-rupanya, terbawa dalam keadaan hidup sampai sekarang, seperti lumut tumbuh di dinding yang sebelumnya kosong dan bersih, dan aku mulai berpikir "aku harus melakukan sesuatu". Ini bukan kali pertamaku dibuat menangis oleh ulah kejam manusia terhadap hewan domestik--peliharaan seperti kucing dan anjing atau peternakan seperti ayam dan sapi. Ada banyak kecelakaan sadis yang telah terjadi, mulai dari kucing terlindas di jalan dan mayatnya tidak dipinggirkan, sampai kambing-kambing mati karena ditumpuk di mobil bak terbuka. I could really start a campaign out of this. Manusia-manusia di kotaku--dan seluruh negeri--harus mengerti kalau hewan itu juga punya perasaan dan bisa merasakan sakit. Mereka menderita seperti kita ketika dilukai. Mereka punya hak yang sama dengan kita untuk diselamatkan dari kebakaran dan bencana alam. Mereka titipan Tuhan, bagian dari kehidupan dan alam semesta, dan bukankah manusia diciptakan untuk memelihara Bumi dan segala isinya? Kita mendapatkan manfaat dari para binatang, mulai dari kulit sampai darahnya, lalu apa susahnya berbuat baik pada mereka? Tidak harus sampai menjaga dan melindungi dengan berkontribusi pada para aktivis atau tempat-tempat konservasi. Cukup dengan menempatkan mereka pada kandang yang pantas, diberi makan dan minum, diizinkan istirahat setelah bekerja keras, dan ditolong ketika disiksa.

Setelah bosan bertanya-tanya mengapa aku tidak bisa tertarik pada isu-isu politik, agama, sastra, budaya, dan hak asasi manusia, aku bersedia menerima kepedulian dan keprihatinanku terhadap para binatang sebagai bahan "penggerak hidup", sesuatu yang membuatmu selalu ingin berpikir kritis dan bergerak untuk melakukan (dan menghasilkan) hal-hal yang bermanfaat. Walau begitu, ketertarikan ini ingin kusimpan dulu untuk memastikan nyalanya benar-benar besar dan bukan merupakan percikan panas sisa api unggun yang bisa padam sewaktu-waktu.

Selain menerima kesadaran (dan pengakuan) bahwa aku mulai menyukai traveling, juga menemukan ketertarikan untuk melindungi para binatang, ada hal lain yang terjadi belum lama ini dan dia masih tinggal di pikiranku sampai sekarang: bahwa aku mulai sedikit-sedikit memperhitungkan apa-apa saja yang perlu kusiapkan untuk graduate school. Baru ada tiga universitas yang di dalamnya kutemukan jurusan-jurusan yang nyerempet-nyerempet minatku: Kyunghee, SNU, dan Kyungpook. Tapi itu pun rasanya tidak cukup--"nyerempet" itu bukan satuan yang memuaskan. Aku harus gali-gali info lebih banyak lagi dan aku bingung karena setelah googling dengan berbagai kata kunci, apa yang kucari tak kunjung muncul di hasil pencarian. Malah yang keluar bukan universitas Korea Selatan, melainkan Amerika Serikat dan Inggris. Aku nggak pengin kuliah gradschool di Amerika Serikat dan Inggris. Maunya Korea Selatan. Mungkin aku harus mencoba sumber informasi lainnya. Departemen Bahasa Asing di kampus, misalnya. Atau OIA. Atau tempat kursus Bahasa Korea. Atau Korean Cultural Center. Atau kedutaan besar Korea sekalian. Walau demikian, aku cukup bersyukur karena sudah punya gambaran tentang jurusan yang akan kupilih. Antara East Asian Studies dan Korean Studies. It's still undecided, though. I'm open to new options that will come sooner or later. It's not that I will have to apply this year or next year. Aku ingin menikmati proses dan tidak terburu-buru.

Aku senang karena setelah merasa terombang-ambing tak tentu arah selama dua tahun terakhir, aku mulai berpijak dengan benar. Aku sekarang tahu apa yang ingin dan harus kulakukan. Rasanya seperti kabut-kabut rendah yang menghalangi dan mengganggu jalanku selama ini menipis, meninggi, dan menunjukkan kepadaku plang-plang yang memperjelas arah mana saja yang harus kuambil.

* * *

Info penting: Tepat dua minggu lagi aku akan pulang.

Info penting (lagi): Aku mau mengaktifkan kembali studygram dan bookstagram yang sudah enam bulan lebih ditinggal hiatus. Sudah mulai aktif di studygram, tapi bookstagram-nya masih otw. Cek (dan follow kalau suka) di inmaraudersmap dan bluebookbluebook. Terima kasih~

Date 2017.02.06
Location Dormitory
Music 놓아 놓아 놓아 by DAY6

Thursday, February 2, 2017

Halo Februari

Tiga hari terakhir Januari 2017 aku habiskan dengan jalan-jalan. Perasaan kerjaanku di sini jalan-jalan mulu ya lmao. But by jalan-jalan I mean jalan kaki dari learning center ke dorm, dan karena di sepanjang jalan ada banyak tempat yang bisa dikunjungi, maka bisa dibilang jalan kaki ini termasuk jalan-jalan yang berbau hiburan.

Minggu, 29 Januari 2017
Yang hari ini jalan-jalannya murni untuk hiburan, sih. Aku dan rombongan participant Indonesia berkunjung ke kediaman Pak Indra di dekat Rockwell. Kami disambut dengan hangat dan berkenalan dengan Om Fred yang bertugas di Mindanao. Mindanao itu sebuah wilayah di sebelah selatan Filipina yang dihuni banyak muslim. Wilayah ini bisa dibilang penuh konflik dan dianggap perusuh oleh pemerintah Filipina. Dari Om Fred kami tahu kalau Indonesia dimintai tolong menjadi penengah di antara Mindanao dan pemerintah Filipina, dan itulah alasan Om Fred dan beberapa orang Indonesia lainnya ditugaskan di Mindanao.

Bersama Pak Indra, istrinya, dan Om Fred, kami cerita-cerita dan mengobrol seru. Kami juga makan siang bareng (dan sangat bahagia karena bisa makan sambal lagi). Masakannya enak-enak banget huhu terima kasih, Tante ㅠㅠ Setelah makan siang, kami sholat zuhur berjamaah, lalu main-main sama anak-anak Pak Indra yang lucu-lucuuu. Yang cowok paling kecil namanya Rafa, suka banget lari-lari. Di saat kami akhirnya pamit dan harus pergi, Rafa kelihatan sedih banget gitu dan ngelihatin kami terus sampai kami hilang dari pandangan :')

Kunjungan ini menyenangkan dan menghangatkan hati banget. Terima kasih banyak Pak Indra dan keluarga beserta Om Fred yang telah bersedia menerima kami.



Karena rasanya garing dan gabut banget kalau langsung pulang ke dorm, kami memutuskan untuk mampir ke tempat hiburan terdekat dari perumahan Pak Indra, yang ternyata tak lain tak bukan adalah kawasan Rockwell di mana apartemen si Tante berada. Kami sightseeing kawasan ini yang rapi dan bersih banget kayak maket empat dimensi (?), kemudian proceed ke Powerplant Mall untuk nonton film. Di mall ini aku akhirnya merasakan pengalaman nyata jadi muslim minoritas yang nggak disediai tempat ibadah. Aku dan dua temen cowok berwudu di kamar mandi, kemudian salat asar di pojokan deket pintu masuk di basement mall. Kebetulan tempat ini sepi, tapi apakah kami menjadi pusat perhatian orang-orang yang lewat? Dilihatin sih iya. Siapa gitu yang nggak nengok ke arah orang yang baru beribadah di tempat kayak gitu. Tapi kalau sampai menjadi pusat perhatian gitu enggak, sih. Orang-orangnya pada biasa aja, malah ada yang nggak nengok sama sekali.

Anyway, rombongan kami terbagi menjadi dua tim yang nonton dua film berbeda, tim xXx dan tim LaLaLand. Tentunya aku termasuk tim xXx karena kalau disuruh milih satu di antara pilihan film aksi yang ada Vin Diesel dan Kak Kris-nya atau film musikal berbau romance yang I don't know anything about tapi lagi ngehits banget, aku akan milih film aksi (I'm more into action than romance anyway). Tapi awal tahun ini filmnya emang bagus-bagus sih. Selain xXx, yang masuk list to-watch-ku tak lain tak bukan adalah The Great Wall sama Resident Evil, tapi yang akan aku tonton selanjutnya (mungkin minggu depan) adalah The Great Wall. Kedengarannya hedon banget, ya. Katanya mau hidup hemat tapi malah nonton. Tiket bioskop di sini mahal, lagi. (Tapi nggak tahu sih kalo bioskopnya beda mungkin harga tiketnya beda juga, dan aku belum pernah ke bioskop lain selain yang di Powerplant.) Tapi sebelum ngejudge aku hedon mari mengingat kembali bahwa aku ini adalah 1) introvert yang berdedikasi, 2) homebody garis keras, 3) pengidap asociality, 4) that typical nerd, 5) mageran parah, dan kita tebalkan poin nomor 4: that typical nerd. Atau mungkin dalam situasi ini nerd-nya diganti jadi geek. Aku nggak menyediakan budget untuk jalan-jalan ke pulau lain, but I do menyediakan budget untuk film-film yang rilis ketika aku tinggal di kota ini. Jadi sejak awal dana untuk nonton film udah termasuk dalam budget list dan karena itu termasuk dalam budget list maka aku tidak merasa dan tidak akan menyebut nonton film sebagai hedon--tapi hedonnya dalam arti foya-foya harta benda--because if you look it up on the internet you'll find a wider meaning of hedonism and it might lead you to a different perspective than what I'm trying to imply but you get what I mean don't you so whatever.

Intinya aku senang karena alhamdulillah dapat kesempatan nonton filmnya Kak Kris~ Senang karena Kak Kris dapat peran kayak Jonathan Rys Meyers di Mission Impossible 3, tipikal karakter pembantu tokoh utama yang walaupun terkesan rada gabut (?) tapi tiap muncul selalu ganteng dan punya posisi penting untuk kelangsungan misi tokoh utama (yang tak lain tak bukan adalah Vin Diesel). Cuma aku rada terganggu sih sama beberapa scene yang rasanya nggak logis banget, kayak pas Om Donnie Yen jatuh dari pesawat dan nyampe daratan lebih dulu daripada Vin Diesel dan itu udah dalam keadaan bareng the squad, like kok bisa?? Kapan mereka ketemu? Sama pas motoran di laut itu kocak banget subhanallah sangat ridiculous tapi ya kreatif sih. Mbak Nina Dobrev lucu dan imut jadi geeky gitu orang sipil (atau lebih tepatnya orang lab) di antara orang-orang beraura soldier yang udah biasa berantem dan pegang senjata. Trus waktu Ice Cube muncul aku spontan bersiul (?) keras banget karena waw itu keren cuy dia tiba-tiba muncul di saat genting nolongin Kak Kris dan kawan-kawan meskipun tetap saja menimbulkan pertanyaan "Kok bisa??" Tapi ya yaudasi namanya juga film fiksi.

Setelah nonton, kami mampir ke apartemen si Tante untuk salat dan istirahat. Aku rada nggak nyangka sih akan kembali ke tempat itu, dan masih tetap awkward sama si Tante yang kelihatannya juga lagi capek, but my friends approached her and still in a way it was a pleasing meeting.

Setelah itu, aktivitas hari itu berakhir. Kami pulang. Naik Grab seperti biasa.



Oh! Aku lupa menceritakan sesuatu! Selama nunggu waktu filmnya tayang, aku dan temen-temen mampir-mampir dulu ke toko-toko yang menarik dikunjungi. Mampir doang tapi, nggak beli-beli. Aku mampir ke toko yang jual boneka-boneka lucu dan sedih karena ada boneka bebek yang tidak affordable :( Aku juga mampir ke Data Blitz, semacam toko game, karena aku suka game dan itu sarangnya Tirta banget dan walaupun cuma lihat-lihat doang tapi aku senang karena apa ya ya karena aku suka aja (?). Game-nya mahal btw (aku berharap lebih murah gitu supaya bisa beli wkwk). Harganya dua ribuan peso.... Nggak ada bedanya sama di Indo....

Setelah nonton, kami sempat mampir ke Marketplace bentar untuk jajan-jajan kecil (?) dan aku menemukan dua rak yang isinya produk Jepang dan Korea semua. Sebagai sampah Asia Timur tentunya aku bahagia hehe. Meskipun begitu, yang jajan-jajan kecil cuma temen-temenku. Aku nggak beli apa-apa~ tapi aku tetap senang~


Lucu banget sebangetbangetnya tapi juga mahal banget sebangetbangetnya.



Seandainya di dorm bisa masak, aku pasti beli ini.

Senin, 30 Januari 2017
Hari ini aku ke Intramuros! Fort Santiago! Sebuah must-visit bagi siapa pun yang pergi ke Manila! Akhirnya!

Tempatnya bagus dan bersih walaupun lebih kecil dari yang kubayangkan. Sangat menenangkan, apalagi kalau lagi nggak banyak orang. Ya serem juga sih karena reruntuhan benteng perang dan bekas penjara mana yang nggak meninggalkan aura serem. Tapi karena aku suka tempat kayak gini jadi ya seneng-seneng aja. Kami nggak naik delman karena 1) mahal, 2) ada agenda lain, 3) mau jalan ke tujuan wisata lain di dekat situ. Rada sedih sih karena aku pengin naik delman, tapi jalan kaki juga nggak ada salahnya. Kami jalan kaki ke Rizal Park, sekitar 1,9 kilometer jauhnya (yang sekarang terasa dekat--pokoknya kalau masih di kisaran satu atau dua kilo itu rasanya dekat) dan merasakan suasana dan atmosfer Manila yang sesungguhnya. Makati nggak kayak gitu, cuy. Mungkin kalau Makati itu Jakarta, Manila itu Jogja. Rasa tradisionalnya lebih kental dan ada lebih banyak bangunan kolonial, kayak Jogja di sekitar Nol Km.



Setelah ke Fort Santiago, kami langsung ke Quezon City. Ke Go Sushi untuk ngasih surprise ultah buat Nabyla. Sushi party gitu dikasih lilin. Sushi-nya enak banget tapi chicken teriyaki sama katsudon-nya tidak :') Habis itu nggak ke mana-mana lagi. Akunya emotionally capek dan nggak connect ngapa-ngapain lagi.

Nungguin Abang Grab yang akhirnya malah bablas meninggalkan kami -_- Akhirnya pesen lagi.

Selasa, 31 Januari 2017
Hari ini kami ngajar. Sejauh ini pulangnya selalu seru karena jalan kaki dan mampir-mampir. Hari ini kami nggak cuma mampir sih, soalnya emang punya tujuan beli kabel charger dan makan malam. Dari learning center, kami jalan kaki ke Ayala Malls lewat jalan yang belum pernah kami lewati dengan jalan kaki sebelumnya (tapi pernah satu kali pas naik Grab). Di jalan, di daerah yang rame gitu, ada restoran Korea dan Japanese Food Mart! Aku nggak ke restoran Koreanya sih karena itu di luar rencana banget dan nggak bisa kalo cuma sekadar mampir doang, tapi aku mampir ke Japanese Food Mart-nya dan beli es krim lucu yang enak banget. Kebetulan aku lagi pengin makan es krim lucu, dan rencananya mau beli di Greenbelt. Tapi ternyata di food mart ini ada jadi ya beli aja~ Lebih murah lagi harganya. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan di bawah langit mendung (dan gerimis) sampai ke Ayala Malls. Sesampainya di sana kami makan di Jollibee (tapi Kak Erin nongki di Coffee Bean). Seru ngakak-ngakak ngomongin si cewek Chinese yang apparently nyebelin banget karena jorok dan lemot :) Gara-gara orang ini aku jadi belajar kalau perasaan benci dan tidak suka itu nggak hanya perasaan belaka. Membenci dan tidak menyukai orang lain itu bisa punya alasan yang sangat logis, tidak hanya sekadar kamu cocok atau nggak sama orang itu. Contohnya sama si cewek Chinese ini. Kami para roommate dari Indonesia nggak ada yang suka sama dia karena dia orangnya nggak bersihan dan nggak mandiri in a way. Kalau ada apa-apa harus kami yang ngingetin dia dan dia nggak pernah berinisiatif sendiri (malah pernah secara terbuka beneran minta diingetin terus). Kan capek, ya. Toh kami di sini bukan buat ngurusin dan ngasuh orang kayak dia. Nggak heran kalau kadang kami jadi tertarik ngerjain dia supaya dia tahu rasa dan ngerti kalau di sini tuh dia yang harus beradaptasi dan menyesuaikan diri sama lingkungan, bukan malah lingkungan yang harus beradaptasi dan menyesuaikan diri sama dia. Ya masa dia nggak mau mandi karena di sini airnya terlalu dingin. Lah, di sini kan bukan Tiongkok, bukan rumah dia. Cari cara gimana kek supaya pas mandi airnya nggak kerasa dingin, bukan malah menolak mandi sampai bikin teman-teman sekamarnya jijik. Kami yang awalnya respect lama-lama jadi males sama dia.





Setelah makan malam di Greenbelt 1 dan Greenbelt 5, kami mampir ke Starbucks di Greenbelt 3 karena Intan dan Kak Erin mau ngecek tumblr Filipina. Sekalian kami semua beli minum sama camilan. Setelah itu nggak ke mana-mana lagi, langsung pulang ke dorm lewat Amorsolo St yang udah tiga kali ini kami lewati dan kali ini kami udah nggak butuh Maps lagi~

* * *

Harusnya postingan ini dipublikasikan kemarin tapi tertunda sehari karena koneksi yang kurang menyenangkan... Sekalian aja aku ceritain apa yang terjadi pada tanggal 1 Februari, ya.

Rabu, 1 Februari 2017
Hari ini aku akhirnya ke Little Tokyo, yay~ Karena konon tempat ini baru rame dan restonya baru pada buka jam lima sore, sekitar jam empat gitu aku sama kawan-kawan perempuan ke Starbucks dulu untuk mencari wi-fi lol dan ngerjain tugas masing-masing. Jam tujuh gitu baru pada kelar, tapi yang ke Little Tokyo cuma aku sama Nabyla. Little Tokyo bisa dibilang cukup dekat sama dorm-ku. Tinggal jalan kaki kurang lebih sepuluh menit.

Little Tokyo tu kayak tempat makan khusus makanan Jepang di Makati. Kecil dan sempit sih tapi semua restorannya otentik dan lingkungannya Jepang banget. Setelah browsing-browsing, aku memutuskan untuk ke Choto Stop dan Hana. Mau beli okonomiyaki tapi akhirnya males sama harga dan waktu pembuatannya. Choto Stop ini food mart yang jual aneka snack dan perkakas Jepang. Bumbu kare, nasi, sama rice cake yang biasanya dijadikan oleh-oleh itu ada semua. Snack-nya Shinchan juga ada dan aku beli satu hehe. Semua barang bisa dibilang harganya 80 PHP atau sekitar dua puluh ribu rupiah. Aku pengin beli makanan yang dibekukan dan nasi-lauk aneh-aneh yang kayaknya lucu, tapi nggak ngerti kanji jadi nggak bisa mencari tahu mana yang mengandung pork, mana yang enggak....

Setelah ke Choto Stop, aku dan Nabyla masuk ke Little Tokyo lewat gate-nya yang Jepang banget, trus mampir ke Hana. Hana ini restoran yang jual aneka makanan Jepang + takoyaki. Takoyaki! Dari dulu aku sukaaaaaaaa banget sama takoyaki. Rasa suka yang kebawa dari zaman ra enak, yaitu waktu aku masih anak jejepangan yang sering main ke bunkasai. Tapi kayaknya takoyaki Hana ini yang terenak yang pernah kumakan, karena 1) ukurannya gede, 2) dalemnya penuh, 3) guritanya banyak, 4) bumbunya banyak dan kerasa banget, 5) enak banget pokoknya aku sampai beli dua buat dimakan di dorm. Harganya murah, lagi! Nggak semurah di Indo yang sepuluh ribu dapet lima biji, sih. Di sini tiga puluh ribuan cuma dapet enam biji, tapi ya itu tadi, kualitasnya sangat tinggi. Apa mungkin karena aku tersugesti, ya? Soalnya dari review-review yang aku baca, nyaris semua restoran di Little Tokyo dimiliki oleh orang Jepang, bumbu dan bahan masakannya diimpor dari Jepang, dan dimasak oleh orang Jepang. Yang masak di Hana nggak kelihatan kayak orang Jepang, sih, karena ngomongnya pake tagalog wkwk tapi nggak tahu juga.... Aku nggak terlalu memperhatikan.

Sebelum ke Starbucks mampir ke Mini Stop dan ada pepero-pepero lucu ini.... Karena aku hoarder produk lucu Korea dan Jepang maka aku ya begitulah.... langsung beli :( Guilty pleasure banget huhu
Permen-permenan di Choto Stop
Takoyaki terenak~
Aku senang ada lagi satu tempat to-go yang bisa aku centang di jurnal. Setelah ini cuma tinggal The Mind Museum doang, but I'm not sure.... Tiketnya terbilang mahal dan tidak ada teman yang menunjukkan keinginan yang sama untuk mengunjungi museum keren ini.... Sedih :( Tapi dipasrahin sama Allah aja deh. Allah pasti memberi solusi.

* * *

Sisa minggu ini akan kuhabiskan dengan hemat habis-habisan (karena baiklah kuakui tiga hari terakhir ini aku terlalu boros) dan mau nggak mau menolak ajakan jalan yang tidak berfaedah. Ada rencana beach trip minggu ini tapi seperti yang sudah kamu tahu, there's no way aku mau ikut :)

Tak terasa waktu kepulanganku tinggal sebentar lagi. Excited~ Nggak sabar pengin kuliah dan ikut kursus bahasa Korea.

Date 2017.02.02
Location Dorm - Starbucks - Dorm
Music Ambitions (Album) by ONE OK ROCK

Tuesday, January 24, 2017

Hari Ini Senang

Dua hari lalu aku baru menyadari betapa pentingnya cokelat untuk kesehatan jiwaku. Dua hari ini aku mendengar "sugar rush" disebutkan dua teman, dan dua hari ini aku entah kenapa tiba-tiba kangen sama anak-anak Fantastic Five dan jadi sering kebayang Adit makan es krim dengan muka juteknya. Barulah kerasa banget betapa hampa dan garing hidupku selama tiga minggu tidak mengonsumsi makanan-makanan manis hanya karena alasan ingin hidup hemat.

Aku jadi kepikiran sugar rush, hyperactivity yang dialami seseorang setelah mengonsumsi gula. Aku kepikiran banget soalnya Adit itu pecandu gula tapi kenapa sifat dan kelakuannya lempeng-lempeng aja, ya? Nggak pernah hyper? Malah kalo nggak makan gula, dia jadi nyebelin. Mood-nya nggak jelas. Dia satu-satunya tokoh ceritaku yang cinta banget sama gula melebihi penulisnya sendiri. Kemudian aku browsing dan menemukan informasi bahwa secara ilmiah sugar rush itu hanyalah mitos (something Adit would say and have researched since a long long long time ago). Aku nangkepnya sugar rush itu tak lebih dari sebutan yang diberikan kepada orang yang mood-nya ter-boost (?) setelah mengonsumsi makanan dan minuman manis, dan efek boost ini (?) beda-beda ke setiap orang. Aku sendiri lebih suka menyebut kecintaanku pada gula sebagai pemenuhan kebutuhan serotonin. Sumber gulanya bisa dari cokelat, susu, atau bahkan teh manis. Pokoknya yang manis-manis. Aku diancam diabetes tapi nggak peduli, rasanya hidupku bukanlah hidup jika tanpa gula. Dan aku melupakan itu selama tiga minggu ini, sampai akhirnya dua hari lalu aku beli cokelat termurah di Sevel dan mengingat kembali betapa nikmat dan menyenangkannya gula. Kemarin aku juga beli susu kedelai cokelat di Sevel dan rasanya aku harus menjadikan makan cokelat dan minum susu sebagai rutinitas selama tinggal di sini--kayak yang udah aku lakukan di Indonesia. Serotonin, bro. Kebutuhan primer demi jiwa yang sehat. Efeknya tuh, gimana ya, nggak bikin aku kena sugar rush, tapi ya seneng aja gitu. Menenangkan dan menyamankan pikiran. Kayak Adit kali, ya. Antidepresan.

Hari ini kesibukan mengajar dimulai. Setelah melakukan semacam presentasi introduction di learning center (dan ketemu adik-adik lucu yang gemesnya luar biasa), aku dan kawan-kawan jalan kaki ke Ayala Triangle Gardens untuk makan malam di salah satu kafe yang ada di sana. Setelah itu kami jalan kaki pulang ke dorm, dan aku sadar kalau jalan kaki ini efeknya lumayan gede untuk suasana hatiku. Aku udah memperhatikan, selama menjalani project ini, mood-ku paling bagus kalau 1) ngegabut di dorm setelah menjalani hari-hari yang melelahkan, dan 2) jalan kaki di daerah Ayala. Yang jalan kaki ini terutama. Capek sih iya, ngeluh juga iya, tapi seneng dan ikhlas ngejalaninnya. Tasku berat tapi langkahku enggak. Jaraknya jauh tapi aku nggak keberatan. Seharian ini aku nggak mengonsumsi sesuatu yang manis selain Mogu Mogu (yang aku minum terus sampai pulang dari jalan-jalan), tapi mood-ku rada hyper kayak orang kebanyakan makan gula. Aku yang biasanya kalem dan diem, tiba-tiba nyanyi-nyanyi selama perjalanan jalan kaki pulang ke dorm. Aku jadi mikir-mikir, kenapa bisa gitu, ya? Yah sebenarnya dari pagi mood-ku udah bagus karena nonton NCT Life dan mungkin oppa-oppa ganteng dan lucu itu memberi efek yang sama seperti sugar rush, tapi aku nyanyi-nyanyi dan joget-joget dikit pake tangan, trus pas lihat trotoar ada gambar bulat-bulatnya aku lompat dari bulatan satu ke bulatan lainnya kayak Mario... rasanya agak tidak lumrah. Mau bercanda "aku hari ini kayak orang mabok" ke temen, tapi temen habis mabok beneran weekend kemarin dan rasanya aneh kalau aku sok-sokan mabok gitu di depan pelakunya (?) sendiri lol. Ah apa aku cuma lagi seneng karena setelah sekian lama akhirnya bisa makan burger lagi, ya? Burgernya enak (dan murah) banget, lagi. Cuma sayangnya kafenya agak jauh dari dorm (di Ayala Triangle Gardens).

Apa pun sebab, alasan, dan penjelasannya, intinya sih hari ini aku senang. Presentasiku agak kacau dan tidak tertata--lebih kayak word vomit gitu di depan anak-anak--and I overthought everything--public speaking is always scary apalagi bahasa Inggrisku nggak lancar-lancar amat, tapi aku sedikit bangga pada diriku for not giving up in the middle of the fight. Itu kebiasaan burukku, but today I endured the pressure and even though I didn't give out the best of me, I think it wasn't too bad. Lagian ini tadi baru pertemuan pertama. We were awkward, everything was awkward. It takes time to create the bond, and I am not alone. The other participants are experiencing the same challenge. But para pengurus and teachers in the learning center will help us get through it. Ada Allah juga. Selalu memohon ke Allah semoga kami selalu mendapat kelancaran, kemudahan, dan bantuan.

Oke aku tambah senang karena berhasil mengunduh semua episode NCT Life in Seoul. Wi-fi dorm lagi bagus banget deh aku sukaaaaaaaa.........

Sepertinya itu saja cerita singkat hari ini. Gaada foto karena males mindahin dari hape ke laptop.

안녕.

Date 2017.01.24
Location Dormitory
Music Another World by NCT 127

Sunday, January 22, 2017

Log of the Weekend

Masih terlalu pagi untuk nyeritain hari Minggu ini. Tapi sejauh ini, sampai jam sepuluh waktu Filipina ini, apa yang telah terjadi adalah: 1) tidurku terganggu pada pukul lima pagi karena roommates pada berisik--the two of them had just came back from their "night adventure" and I think their parents and teachers never teach them how to keep their voices low--I was so annoyed that I finally decided to put my earphones on and play Limitless on repeat until I woke up two hours later wishing they would sleep through the whole day, 2) menjalankan kerutinan pagi yaitu cuci-cuci (badan, baju, kitchenware), 3) nonton Youtube. Aku nggak pengin ke mana-mana hari ini (kemarin aku juga nggak ke mana-mana). Uangku menipis dan dengan jumlah yang sedikit itu aku harus survive setidaknya sampai Januari berakhir.

Hari Jumat kemarin (20 Januari), aku dan kawan-kawan pergi ke Greenhills Shopping Center. Beli oleh-oleh. Pulang-pergi naik Grab. Malemnya nggak faedah banget. Lagi-lagi kami dandan cantik dan ganteng untuk sebuah kesia-siaan. Jadi acara malem itu harusnya welcoming dinner dan kami telah mengharapkan acara makan-makan yang semi-formal, punya susunan acara yang jelas, dan biayanya ditanggung pihak penyelenggara. Tapi nyatanya acara itu tak lebih dari karaokean nggak jelas dan bahkan kami harus patungan untuk bayar. What the fuck? Asli itu momen what the fuck banget. Apalagi orang-orang pihak penyelenggara ini ngomongin liburan mulu, tiap weekend jalan-jalan mulai dari city tour sampai vacation ke pulau lain, and I was like ????? Ya sanalah terserah pada jalan-jalan foya-foya buang-buang duit. I'm not coming. I'm definitely not coming. Apalagi vacation ke pulau lain--itu menurutku pointless banget. Negaraku juga punya pulau-pulau indah dan aku bisa ke sana bersama keluarga. Kalau yang bule-bule dari Tiongkok, Eropa, dan India mah terserah, ya. Tapi yang jelas aku nggak tertarik sama sekali sama liburan-liburan yang alam-alam kayak gitu. Ke pantai aja males. Apalagi ke luar pulau. Bayar sendiri, lagi. Mending duitnya ditabung buat plesiran sama keluarga di Raja Ampat.

Sabtunya aku nggak ngapa-ngapain. Di dorm aja mengisi baterai untuk jiwaku yang lelah. Tapi aku dan temen bikin janji sama Pak Indra. Kami pengin berkunjung ke rumah Pak Indra minggu depan. Nggak tahu ya, aku lebih suka menghabiskan waktu sama orang-orang dari lingkungan KBRI daripada orang-orang Filipina yang ngurusin kami di sini. Selain karena aku gampang nyamannya sama orang-orang Indonesia, pergaulan dengan orang-orang KBRI juga lebih berfaedah daripada dengan kawan-kawan pengurus yang ngajak buang-buang duit mulu. Membuatku bertanya-tanya, sebenernya aku ngapain, sih, di sini? Agenda project nggak jelas, tiap weekend acaranya hedon doang. Pada saat yang sama aku juga sadar kalau aku nggak bisa mengikuti arus yang dibuat orang-orang pengurus itu. Di sini aku ditantang, gimana caranya aku bisa menghabiskan waktu dan uang untuk hal-hal yang berguna dan berfaedah, dan itu semua tergantung pada diriku sendiri. Aku harus berani menolak ketika diajak main ke bar. Aku harus lantang menjelaskan kalau aku nggak boleh makan babi-babian. Aku harus menahan diri untuk nggak ikut jajan atau cuma beli minum doang saat lagi bepergian sama participant lain dan mereka pada makan-makan. Aku harus nggak peduli soal bagaimana mereka menilaiku--dianggap nggak seru karena mendem doang di dorm, dipandang sebagai orang miskin, sok suci, kaku, dan embleketek lainnya. Di sini ilmu bodo amat itu penting banget. Selama kamu bodo amat, kamu bisa survive.

Tapi tentu saja bodo amatnya nggak lantas bodo amat sama segala hal di dunia.

Tadi malam, aku dapat kabar kalau teman sekelasku waktu SMP meninggal dunia karena kecelakaan pendakian. Sedih banget. Sediiiiih banget. Aku bisa nulis satu post didedikasikan untuk dia doang walaupun kami nggak pernah deket dan aku hanya pengamat dari jauh. Apalagi ini pertama kalinya aku merasakan ditinggal mati teman sekelas. Momen ini akan terus berdatangan sampai aku tua. Apakah rasa sedihnya akan selalu sekental ini? Rasanya aku kayak dikasih peringatan sama Allah supaya lebih dan lebih berhati-hati dan menguatkan iman, apalagi tadi malam aku dan para participant diajak clubbing sama orang pengurus. Demi apa aku ikut melakukan kemaksiatan kayak gitu. Nggak tahu ya, rasanya sangat sangat sangat salah banget ngajak orang kayak aku pergi ke tempat kayak gitu. Nggak cuma karena aku muslim yang (insyaAllah) taat, tapi juga karena aku 1) introvert yang berdedikasi, 2) homebody garis keras, 3) pengidap asociality, 4) that typical nerd, 5) mageran parah. Jadi rasanya kayak--menolak ajakan main ke acara berbau party kayak gitu tuh udah sangat natural buatku (nggak ada rasa pakewuh sama sekali, nggak ada rasa nggak enak hati, justru aku bisa menuntut orang yang ngajak supaya menghormati keputusanku kalau mereka maksa ngajak, dan kalau mereka masih aja maksa ngajak, yo gelut wae), dan aku udah bodo amat banget sama aftereffect-nya. Lagian aku hidup di rumah doang aja udah banyak dosa, apalagi clubbing. Mending aku nggak punya temen sama sekali tapi selamat donya akherat daripada punya temen tapi rame-rame kena siksa kubur dan terjun ke neraka.

Trus aku mau cerita apa lagi, ya.

Aku hanya ingin segera pulang. Aku ingin pulang sebelum BTS comeback (semoga mereka comeback pas aku udah pulang AAMIIIIN). Aku ingin pulang sebelum Momocip tumbuh dewasa dan udah nggak jadi kitten lagi :( Aku ingin pulang sebelum mbakku sembuh total dari cedera supaya bisa menghabiskan banyak waktu bareng di rumah. Aku ingin pulang sebelum ketinggalan makin banyak update dari dunia Korea. Pokoknya aku ingin segera pulang karena hal-hal sepele kayak gini, dan aku bahkan mencantumkan countdown di sidebar blog ini karena aku nggak bisa berhenti menghitung hari. Soal akan jadi seperti apa aku setelah menyelesaikan program ini... aku nggak yakin apa aku akan menghayati peran sebagai global citizen... rasanya ketertarikan dan ambisiku di situ tidak sebesar itu... di sini aku malah menemukan keseriusan yang luar biasa tinggi untuk mempelajari bahasa dan budaya Korea, jadi aku hanya berharap sepulangku dari sini aku bisa belajar bahasa Korea dengan jauh lebih giat, kursus ataupun nggak kursus. Tadi malem aku belajar sedikit soal negation, dan bangun dari tidur ada dua kosakata baru yang melekat banget di ingatanku, yaitu 일하다 dan 오징어. Aku senang :D Pokoknya tahun ini aku harus bisa ngobrol pake bahasa Korea sama Marsa.

Dan kemudian aku mau cerita apa lagi, ya.

Mau cerita tentang homesick tapi di post yang berbeda aja, deh.

Sepertinya ini saja. Sapa aku dong di curiouscat.me/sachissi atau di Twitter (@sachissi). Aku lack of pembicaraan yang berfaedah banget di sini :( Diskusi haseyo :(

Date 2017.01.22
Location Dormitory
Music Let the Drummer Kick by Citizen Cope

Saturday, January 21, 2017

Laguku Beberapa Hari Belakangan

Sangat suka lagu-lagunya Goblin.



Tapi dua hari ini aku juga dengerin NCT U dan 127 terus.

Koreksi dan Resolusi

Halo. Tolong mampir sebentar ke poll di sidebar sebelah kanan dan vote, ya. Daily life stories and personal thoughts are what this blog will be all about but I want to know which one interests you the most. Thank you.

* * *

Tulisan ini kubuat sebagai koreksi tulisan yang berjudul I Signed Up For A Trap. Waktu itu aku lagi negatif dan seharusnya aku nggak main ke dunia maya dulu kalau lagi negatif, and I thought of removing that post from this blog. Tapi setelah kupikir-pikir lagi, ya nggak apa-apa deh nggak dihapus. Sebagai bahan pendewasaan aja. Aku akui aku emang lagi bermasalah banget sama kemampuanku beradaptasi sama manusia. Tulisan itu aku bikin sewaktu aku lagi di puncak stres. Tapi sekarang, alhamdulillah sekali, things have gone better. Soal makanan, aku baik-baik saja hanya makan sedikit dan cuma dua kali sehari pakai mi instan dan roti. Soal pergaulan, aku udah baik-baik saja sama sesama participant Indonesia yang satu project denganku. Kami emang punya banyak perbedaan, tapi kami harus bareng-bareng terus sampai sebulan lagi dan aku nggak punya pilihan selain menyesuaikan diri dengan mereka. Aku udah belajar soal kuat sama pendirian dan nggak gampang kebawa arus ketika beradaptasi dengan teman-teman kuliah. Aku cuma perlu mengulang pelajaran itu sekali lagi di sini (dan mungkin mengulangnya lagi dan lagi setiap kali aku harus beradaptasi dengan manusia-manusia asing lainnya).

Aku jadi kepikiran untuk menjadikan kesulitanku beradaptasi ini sebagai bahan resolusi. Meskipun sebenarnya aku nggak terlalu kepengin bikin resolusi, tapi aku punya target-target baru yang ingin kucapai di tahun yang baru ini dan biasanya target-target baru itu disebut resolusi. Jadi mau nggak mau aku bikin resolusi juga.

Kurang lebih beginilah resolusi 2017-ku.

Personal:
  • Melatih dan meningkatkan kecerdasan emosional
  • Fix my trust issues
  • Less and much less negativity
  • Save money
Academics:
  • Belajar bahasa Korea sampai level TOPIK 3 (minimal: TOPIK 2)
  • Kuliah rajin dan tidak terganggu kegiatan lain
  • Latihan nulis:
    • Self introduction letter: A minimum of 3 pages including a statement of some voluntary activities, career goals and career path with specific vision after graduation (on a prescribed form/either typing or handwriting both in Korean or English).
    • Study plan: A minimum of 3 pages including a statement of purpose, motivation, academic goals and expected achievement when studying in Korea, main area of study in the home-country (on a prescribed form/either typing or handwriting both in Korean or English). [copy-paste dari website OIA]
  • Tes TOEFL
  • Tes TOPIK
  • (Basically persiapan beasiswa GKS walaupun aku masih nggak tahu apa tahun depan akan ikut)
Writing and reading:
  • More works in English (both fiction and scientific--karena ketika menjadi akademisi internasional semua tugas dan tulisan harus disampaikan dalam bahasa Inggris--kan lumayan juga kalau besok bisa ngepost jurnal internasional dan dapat duit hehe)
  • I'm not so sure about this but I think I should at least start and finish a writing project. Potentially: Dira & Kaili project
  • Mempublikasikan paling tidak 3 tulisan ke media massa.
  • Read more and more. Untuk saat ini lagi pengin banyakin baca novel luar dan sastra lokal.
Sepertinya itu aja. Atau itu dulu--ada kemungkinan nambah lagi tapi itu akan terjadi seiring waktu dan aku mungkin nggak akan mencantumkannya di blog ini (cukup dicatat di jurnal aja).

Aku sangat menyesal nggak bawa buku dan kamus bahasa Korea. Seharusnya aku bawa supaya bisa disambi belajar di sini.

Mari teman-teman kita bersama-sama memperbaiki diri dan memperjuangkan mimpi-mimpi.

Date 2017.01.21
Location Dormitory
Music Stay With Me by Chanyeol, Punch

Wednesday, January 18, 2017

Tiga Hari Terakhir Ini Jalan-jalan

Ketika sudah mendapatkan koneksi internet yang bagus di kamar kenapa aku malah jadi males nulis.

Tiga hari terakhir ini (Minggu, Senin, Selasa) aku jalan-jalan terus. Jalan-jalannya bukan dalam arti berwisata kemudian foya-foya, melainkan literally jalan kaki sambil sightseeing pemandangan kota. Jaraknya nggak main-main; minimal satu kilometer. Sebab jarak dormku ke tempat-tempat yang menarik tuk dikunjungan memang minimal satu kilometer, dan itu terlalu dekat untuk naik Grab atau Uber. Jalan kaki pun menjadi satu-satunya pilihan, tapi aku nggak keberatan karena kota ini memang walkable banget. Ramah pedestrian. Ramahnya gimana? Trotoarnya lebar, jembatan penyeberangan jalan ada di mana-mana, bahkan ada underpass (penyeberangan jalan bawah tanah) yang sempat dikira subway olehku dan teman-teman (di sini nggak ada subway).

Minggu, 15 Januari 2017
Dormku kedatangan exchange participant Indonesia dari project lain, namanya Endah dan Salsa. Mereka berasal dari UGM dan UNS. Kebetulan hari itu exchange participant Indonesia di dormku mau makan-makan di Mang Inasal yang dekat dari dorm, maka jadilah kami semua makan-makan bersama (Chen juga ikut walaupun dia dari Tiongkok). Ayam bakarnya enak banget. Setelah itu, kami memutuskan untuk jalan-jalan karena kalau langsung pulang ke dorm rasanya garing banget. Dimulailah petualangan kami jalan-jalan nggak jelas sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang lewat Greenbelt (karena Endah sama Salsa harus ngejar kereta untuk pulang). Dua kilo pulang-pergi, jadi hari itu (sore sampai malam) kami jalan kaki empat kilo. Luar biasa sehat.

Kami jalan kaki memasuki rimba gedung tinggi di daerah dekat Ayala Avenue. Mau mampir ke Warung Indo tapi kelewatan karena GPS-ku eror hehe. Pulangnya kami mampir ke Ayala Triangle Gardens dan foto-foto di patung (?) tulisan "Make It Makati". Aku pun sempat delusi ketika melihat jajaran kafe dan restoran kecil yang bikin taman ini asik banget dijadikan tempat istirahat makan siang atau sekadar nongkrong-nongkrong bersama orang tersayang. Aku nggak bisa nggak ngebayangin Mika, Taehyung, dan Jimin makan-makan bareng di situ sepulang sekolah atau saat nugas, dan dari kejauhan Mika memperhatikan anak-anak NCT 127 (baca: Taeyong) yang lagi kumpul-kumpul gaul di bawah pohon yang bisa diduduki. Sayangnya aku nggak ada foto yang jelas menunjukkan pemandangan taman karena saat itu udah malam jadi kondisinya gelap, tapi semoga aku bisa ke sana lagi pas siang jadi delusinya bisa diterusin dikit hehe (dan bisa ambil foto yang lebih jelas).

Selain Ayala Triangle Gardens, kami juga mampir ke taman lain, yaitu Greenbelt Park. Di sini teman-teman beli kue ulang tahun untuk Chen dan aku melihat kucing yang tidur meringkuk di depan toko kue. Lucu banget. Kayak kucing terlantar tapi sebenarnya badannya cukup sehat (nggak kurus banget dan bulunya pun bagus). Greenbelt Park adalah taman di area mall jadi suasananya sangat semarak, ramai sekali, dan ada bagian yang penuh manusia. Setelah ke Greenbelt Park dan berpisah dengan Endah dan Salsa, kami melanjutkan perjalanan pulang. Nggak tahunya ngelewatin taman lagi, Legazpi Active Park dan Washington Sycip Park, tapi aku telat nyadarnya karena gelap dan asyik ngobrol sama Chen jadi nggak terlalu memperhatikan tamannya kayak apa. Ada rencana siang atau sore gitu mau ke sana, sih. Biar to-go list-ku untuk mengunjungi taman-taman kota yang dekat dengan dorm kelakon semua.

Ini jalan-jalan pertamaku dengan kawan-kawan exchange participant, dan sepertinya ini adalah bonding timeku dengan mereka karena setelah itu aku jadi lebih nyaman sama mereka dan selama tiga hari ini sejak jalan-jalan bareng itu, aku nggak banyak mengeluh soal mereka. Alhamdulillah, sih. Setidaknya tekanan batinku berkurang.




Jajaran kafe dan restoran di Ayala Triangle Gardens yang delusionable dan au-able banget.
Kucing tidur di depan toko kue.


Senin, 16 Januari 2017
Yang ini jalan-jalannya rada nggak berfaedah, sih.... soalnya perginya ke mall dan aku masih sensi sama mall. Kami mengira aktivitas project akan dimulai dan kami akan menghadiri orientation seminar, semua sudah pada dandan cantik dan ganteng. Eh nggak tahunya kami cuma dikumpulkan di sebuah meeting room kecil di lantai satu dorm dan diajak mendiskusikan expectation setting sebelum akhirnya dibawa pergi naik bus ke SM Megamall. Ini unexpected banget karena nggak ada yang minta diajak jalan-jalan dan mengecewakan karena bukankh seharusnya agenda hari ini adalah orientation seminar? Kenapa malah main nggak jelas ke mall? Ingin ku berkata kasar. Imanku pun goyah setelah mengunjungi dua toko buku yang ada di mall ini, Fully Booked dan Powerbooks. Akhirnya aku beli Stardust-nya Neil Gaiman di Powerbooks. Nyesel karena rasanya buang-buang duit banget :( Tapi ya lumayan sih jalan-jalan yang ini, sebab kami jadi punya pengalaman naik bus yang kalau di Indonesia rasanya seperti bus ekonomi antarprovinsi tapi di sini jadi bus dalam kota biasa. Sekali jalan 16 PHP, dari dorm ke SM Megamall dan sebaliknya. Aku juga jadi nyicipin The Halal Guys, soalnya kayaknya motivasi orang-orang project ngajak kami pergi ke SM Megamall adalah karena kami bilang pengin nyoba The Halal Guys dan di mall itu ada The Halal Guys. Tapi ya nggak hari ini juga kaleee.... Semua exchange participant Indonesia pada kecewa tauk karena kegiatannya nggak sesuai timeline/work plan.

Fotonya cuma ini karena kalo ke mall moodku jadi jelek dan males foto-foto.

Selasa, 17 Januari 2017
Ini hari kemarin dan kemarin seru banget! Projectku kan ada hubungannya sama Microsoft, jadi aku berkesempatan mengikuti training dari Microsoft di kantor Microsoft Philippines Inc., 6750 Ayala Office Tower. Sebenarnya training-nya biasa aja, cuma kayak belajar tips and tricks yang rada advanced buat OneNote, Word, PowerPoint, dan Excel, dan aku pun nggak terlalu excited--lebih karena I didn't know what to expect, nggak kayak temenku yang anak IT yang pengin kerja di Microsoft--tapi setelah menjalani training... wah, rasanya lucky banget. Paling nggak aku udah pernah menginjakkan kaki ke kantor Microsoft. Semua orang mungkin bisa melakukan itu tapi untuk diriku sendiri yang mageran parah dan nggak ada ambisi apa pun yang ada hubungannya sama Microsoft ini, datang ke kantor Microsoft itu merupakan sebuah pencapaian. Training-nya asik, gabung sama anak-anak dari project lain atau sekadar pengin ikut training, dan dua mentornya which were Erwin and Jasper sangat seru dan informatif. Berfaedah banget pokoknya. Aku senang!



Dalam perjalanan pulang, aku sengaja mengarahkan teman-teman untuk lewat Dela Rosa Street karena 1) lebih dekat, 2) lebih jelas karena jalannya tinggal belok kanan dan lurus terus aja sampai dorm, 3) pengin tahu seperti apa Dela Rosa Car Park 1 karena di sana ada SeCham jadi aku berharap kita bisa mampir, hehe~ SeCham itu restoran Korea (lebih terlihat seperti kafe lucu-lucuan(?)) yang menjual ramyeon, camilan Korea, dan es krim Korea. Dan aku beneran mampir ke sana! Alhamdulillah satu lagi to-go-ku terlakoni :') Tempatnya kecil, mejanya kecil-kecil banget walaupun ada dua yang panjang dan besar, lampunya putih terang, bersih, dan dua pelayannya baik-baik banget! Ramah banget, akrab gitu, nggak judes-judes jaim. Salah satu dari mereka ada yang punya saudara muslim jadi tahu kalau aku dan teman-teman tidak boleh makan pork. Aku nggak beli ramyeon sih karena ramyeonnya milih mi instan sendiri gitu di snack bar, baru kemudian minta dimasakin. Ramyeonnya nggak ada yang berlabel halal jadi aku nggak berani walaupun temen-temen pada beli :) Ditambah lagi pengamatanku terhadap produk makanan Korea telah menunjukkan bahwa produk makanan Korea itu kalau halal bakal ada label halal dari Korea Muslim Halal Committee. Pokoknya di kota ini aku mengharuskan diri untuk selalu milih produk makanan yang ada label halalnya, entah itu dari Korea, Malaysia, Singapura, atau Filipina. Seandainya di SeCham mi Nongshim merahnya berlabel halal pasti aku beli. Tapi nyatanya enggak sih, kayak mi Nongshim merah yang dijual di minimarket-minimarket di Indonesia. Malah di 7 Eleven deket dorm ada mi Nongshim merah yang ada label halalnya. Jadi di SeCham aku hanya lowkey memborong snack dan aku bahagia ❤︎

Akhirnya aku nyobain Banana Milk juga dan ENAK BANGET. Murah, lagi! Aku mau dong ke SeCham lagi sebelum pulang terus ngeborong huhu semoga sempat, ya. Aku juga nyoba es krim taiyaki (?) yang bentuknya ikan dan ENAK BANGET JUGA. Lembut manis menyenangkan di lidah! Cinta banget!

Buat saya yang udah biased banget sama Korea, ini jadi enak semua. Tak perlu dipertanyakan lagi.
Snack bar! I assume every school in Korea has it in their canteen.
Also this! Korean ice cream!
Es krim taiyaki--setelah ngesearch di Google ternyata namanya bungeoppang hoho aku baru tahu.
Enak banget!
Aku sayang banget sama Korea Selatan, serius. Sayang banget.

* * *

Yak akhirnya tulisan yang nge-sum up tiga hari jalan-jalan ini kelar juga. Awalnya aku mau tiap abis jalan-jalan langsung ngeblog gitu malemnya, tapi selalu ada kendala yaitu 1) capek, 2) koneksi internet nggak bener. Jadi ya begitulah. Aku udah kebanyakan jajan tiga hari ini jadi mau menghukum diri sendiri nggak jajan apa-apa yang unecessary setidaknya sampai minggu depan. Lagi pula aku udah mager mau ke mana-mana, kecuali urusan project.

Date 2017.01.18
Location Dormitory
Music Alone After Midnight by Tama Rhodes